Senin 13 Feb 2012 08:15 WIB

Fikih Muslimah: Mengambil Harta Suami tanpa Izin (2-habis)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Uang (ilustrasi)
Foto: Blogspot.com
Uang (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Menurut ulama mazhab Hanafi, hukumnya tidak diperbolehkan, kecuali harta yang memang sudah menjadi hak istri.

Sedangkan di mazhab Maliki, riwayatnya hampir sama, yaitu diperbolehkan selama istri termahjub (terhalang) dari haknya. Pendapat paling menonjol adalah pendapat mazhab Hanbali yang menyatakan larangan mengambil harta suami tanpa seizinnya secara mutlak.

Pendapat ini merujuk pada salah satu hadis yang diriwayatkan Bukhari di bab tentang hal ihwal nafkah. Di antaranya ialah hadis riwayat Aisyah RA. Hadis itu mengisahkan pengaduan oleh Hindun bin Atabah di hadapan Rasulullah.

Ia mengaku telah mengambil uang suaminya, Abu Sufyan. Konon, sang suami, menurutnya, sangat bakhil. Ia terpaksa memungut harta suami tanpa sepengetahuannya. Lalu, Rasulullah bersabda, “Ambillah sebatas apa yang cukup bagimu dan anakmu dengan wajar.”

Riwayat lain menyebutkan, jawaban yang disampaikan oleh Rasulullah itu dilontarkan setelah melakukan klarifikasi langsung ke Abu Sufyan.

Imam Nawawi menambahkan, tidak diperbolehkan mengutak-utik harta suami tanpa seizinnya. Sekalipun untuk maksud bersedekah, atau berbuat kebaikan lainnya. Kecuali kalau suami bakhil dan tidak memenuhi kewajibannya, istri boleh melakukannya dengan wajar dan tidak berlebihan untuk kebutuhan keluarga inti.

Di luar itu, seperti belanja urusan sekunder, atau bersedekah, tetap harus seizin suami. Kecuali bila harta yang dibelanjakan itu murni harta pribadi istri, sah-sah saja ia men-tasharruf-kannya walaupun tanpa mengantongi izin suami.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement