REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ustaz Toto Tasmara
Tangisan bagi seorang Muslim adalah rasa harap dan cemas sebagaimana diekspresikannya ketika dia berdoa dan berzikir memohon perlindungan Allah SWT. Kita saksikan tetesan air mata orang-orang saleh pada waktu shalat. Kita saksikan air mata yang membasahi muka para jamaah haji di Padang Arafah. Dan, memang menangis adalah bagian dari akhlak yang baik. Dalam Alquran Allah berfirman, “Dan mereka tundukkan dagu dan mukanya seraya menangis dan mereka bertambah khusyuk.” (QS [17]: 109, [19]: 58).
Ubaid bin Umar dan ‘Atha’ bertanya kepada Siti Aisyah radhiyallahu anha (RA). ”Ceritakanlah kepada kami hal yang paling menakjubkanmu yang engkau lihat dari Rasulullah SAW.” Kemudian, sambil terisak Siti Aisyah menjawab, “Kana kullu amrihi ‘ajaba, Sungguh semua ikhwal Rasululullah SAW sangat menakjubkan.” Siti Aisyah melanjutkan, “Pada suatu malam beliau datang kepadaku sehingga kulit kami saling bersentuhan. Beliau berbisik, “Ya Khumaira (panggilan Rasulullah kepada Aisyah, wahai yang bewarna kemerah-merahan), izinkanlah aku beribadah kepada Tuhanku.”
Maka, beliau meninggalkanku dan mengambil gharibah air untuk berwudhu. Tidak lama setelah beliau takbir, aku dengar beliau terisak-isak. Dadanya bagaikan terguncang. Rasulullah terus-menerus menangis, sehingga air matanya membasahi janggut dan bertetesan ke tanah. Rasulullah larut dalam tangisan sampai dikumandangkan azan Subuh. Dan, Bilal memberi tahu waktu shalat Subuh telah masuk. Bilal menyaksikan keadaan Nabi yang masih terisak dan dia berkata, “Ya Rasulullah, mengapa engkau menangis? Padahal, dosa-dosamu telah diampuni Allah. Engkau adalah kekasih Allah yang paling utama?” kata Bilal. Maka, Rasul menjawab, “Sungguh besar kasih sayang-Nya, tetapi betapa aku belum menjadi hamba yang bersyukur.”
Abdullah bin as-Syikhir berkata, “Saya datang kepada Rasulullah SAW, sedangkan beliau sedang shalat maka terdengarlah isak tangis beliau yang bergemuruh di dalam dadanya, bagaikan suara air mendidih dalam bejana.” (Diriwayatkan oleh Dawud dan Turmudzi).
Dari hadis ini dapat kita ambil hikmah, betapa Nabiyullah Muhammad SAW masih menangis dan merasakan belum menjadi hamba yang bersyukur. Padahal, beliau adalah hamba yang ma’shum, yakni bersih dari dosa. Selain itu, Allah SWT juga memuliakannya melebihi siapa pun makhluk ciptaan-Nya. Rasulullah adalah al-Musthafa (manusia pilihan) yang pertama kali memasuki surga sebelum yang lain memasukinya.
Bagaimana dengan kita? Apakah kita telah dijamin masuk surga? Apakah keislaman kita diterima oleh Allah SWT? Adakah kita masih tetap tertawa dan tidak menangis menghadapi akhirat yang setia menunggu untuk kita datangi?Ataukah, kita tetap tertawa menikmati dunia yang tidak pernah setia menemani ketika kita pergi? Apakah kita masih tetap tertawa dan lalai pada perjalanan akhir, sedangkan dunia itu bakal lenyap dan tenggelam ditelan waktu.
Kenikmatan di dunia ini hanya sesaat dan pasti akan sirna. Mengapa air mata kita enggan menetes? Apakah hati kita telah beku sehingga mata enggan mengeluarkan air mata ketika menyaksikan orang-orang kecil sedang kelaparan? Ke manakah nurani kita? Apakah kita sudah bersyukur dengan yang telah kita raih atau sebaliknya kita makin kufur?