REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Bank-bank BUMN yang turut serta dalam program penyaluran kredit suku bunga fasilitas likuiditas pembangunan perumahan (FLPP) diharapkan berkompromi untuk kebutuhan rakyat.
"Menteri BUMN harus mendorong direksi bank-bank BUMN agar mendukung program pemerintah (FLPP)," imbuh Ketua DPR RI Marzuki Alie kepada wartawan di Ruang Pimpinan DPR RI, Jakarta, Senin (13/2).
Menurut dia, program FLPP yang dikembangkan pemerintah melalui Kementerian Perumahan Rakyat merupakan suatu bentuk kemudahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk mendapatkan fasilitas perumahan. Hal tersebut, lanjutnya, karena FLPP akan mengurangi beban pembiayaan yang harus dibayarkan oleh masyarakat kurang mampu.
Untuk itu, ia menyatakan, seharusnya bank-bank pemerintah juga dapat berkompromi dengan menurunkan tuntutan mereka akan tingkat suku bunga yang mereka ajukan dalam pembahasan perjanjian kerja sama operasional (PKO) 2012 yang dibahas antara pemerintah dan perbankan.
"BI sendiri juga telah menurunkan tingkat suku bunga BI rate secara bertahap dan sekarang telah 5,75 persen," katanya.
Ketua DPR juga meminta Komisi XI agar tetap mengawal kekisruhan terkait dengan FLPP dan mengajak berbagai pihak agar dapat duduk dan berdialog bersama agar mendapatkan pemecahan yang solutif dan berpihak kepada rakyat.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Bidang Infrastruktur, Konstruksi, dan Properti Zulkarnain Arief mengatakan, kisruh FLPP yang hingga kini tidak kunjung terselesaikan harus melibatkan semua pihak yang terkait agar benar-benar diperoleh solusi yang komprehensif dan sinergis.
"Kami menginginkan semua pihak dilibatkan agar ada titik temu," kata Zulkarnain Arief, dalam rapat dengar pendapat tentang FLPP dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Kamis (9/2).
Menurut Zulkarnain, kekisruhan terkait penyaluran dana FLPP harus segera diselesaikan karena hal tersebut mengakibatkan terjadinya stagnansi dalam pembangunan sektor riil bidang perumahan karena banyaknya transaksi akad kredit yang batal dilakukan karena kekisruhan FLPP masih belum usai.
Ia memaparkan, terdapat hampir 30 ribu unit rumah di seluruh Indonesia yang sebenarnya telah terbangun tetapi hingga kini tidak terjadi transaksi.
Selain itu, lanjutnya, stagnansi itu juga diperkirakan mengakibatkan kerugian hingga sekitar Rp2-3 triliun antara lain karena para pengembang juga harus membayar beban biaya baik untuk kredit konstruksi maupun untuk membayar para pekerja yang membangun perumahan tersebut.