REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG —- Selama sepuluh tahun terakhir, jumlah akseptor atau peserta keluarga berencana di Jawa Barat (Jabar) angkanya stagnan tak mengalami penambahan, yakni bertahan di angka 60 persen dari sekitar 20 juta angka pasangan subur di Jabar. Sementara, jumlah penduduk terus mengalami peningkatan sekitar 700 ribu orang per tahun.
"Pada 2020 kalau keadaan ini tak berubah, jumlah penduduk di Jabar bisa mencapai 50 juta lebih dan terjadi baby boom," ujar Ketua Koalisi Kependudukan dan Pembangunan Jabar, Ferry Hadiyanto kepada wartawan, Kamis (16/2).
Menurut Ferry, baby boom atau ledakan kelahiran bayi ini akan terjadi justru pada pasangan yang sudah menikah di atas 10 tahun, bukan pasangan baru. Karena, mereka tak mengikuti program KB. Sehingga, kemungkinan besar mengharapkan anak ketiga dan kedua. "Anak ketiga dan kedua ini lah yang nantinya menyebabkan baby boom," imbuh Ferry.
Lebih lanjut Ferry menjelaskan, stagnannya jumlah akseptor KB terjadi karena sekarang tugas, pokok, dan fungsi Badan Kependudukan dan Keluarga Berendana Nasional (BKKBN) memiliki keterbatasan. Masalah kesehatan ibu dan anak yang dulu masuk dalam Tupoksi BKKBN diambil alih oleh Kementerian Kesehatan.
Artinya, sambung dia, masalah KB ini dianggap menjadi masalah yang kurang vital. Selain itu, penghargaan terhadap peserta KB saat ini tak ada. Sehingga, bentuk kampanyenya kurang provokatif. Akibatnya, walaupun belum 2020, tapi beberapa kabupaten/kota di Jabar sudah ada yang tak bisa mengontrol lagi jumlah penduduknya, seperti Bandung, Depok, Bekasi, Bogor, Karawang, dan Cirebon.