Kamis 16 Feb 2012 15:33 WIB

Fikih Muslimah: Wali Anak Perempuan Setelah Ayahnya Wafat (2-habis)

Rep: Syahruddin El Fikri/ Red: Chairul Akhmad
Ijab kabul dalam pernikahan (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Ijab kabul dalam pernikahan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam urutan tersebut atau yang menjadi prioritas utama bila tidak ada ayah sebagai wali, para imam mazhab (Syafi'i, Maliki, Hanbali, dan Hanafi) berbeda pendapat.

Mayoritas ulama berpendapat, di antara sekian wali, maka yang paling berhak untuk menjadi wali si mempelai perempuan adalah kakeknya (bapak dari ayahnya) dan seterusnya ke atas (bapaknya kakek, kakeknya kakek).

Lalu anak laki-laki si perempuan (bila dia janda), cucu laki-laki dari anak laki-lakinya, dan terus ke bawah. Kemudian saudara laki-lakinya yang sekandung atau saudara laki-laki seayah saja.

Setelahnya, anak-anak laki-laki mereka (keponakan dari saudara laki-laki) terus ke bawah. Kemudian itu barulah paman-paman dari pihak ayah, anak laki-laki paman dan terus ke bawah.

Selanjutnya, paman-paman ayah dari pihak kakek (bapaknya ayah). Setelahnya adalah maula (orang yang memerdekakannya dari perbudakan), kemudian yang paling dekat ashabah-nya dengan si maula. Setelah itu barulah sulthan atau penguasa atau hakim. (Al-Mughni kitab An-Nikah).

Menurut Imam Maliki dan Hanbali, orang yang berhak menjadi wali setelah ayah adalah si penerima wasiat. Jika tidak ada, maka saudara laki-laki, kakek, paman (saudara ayah), dan seterusnya.

Sedangkan Hanafi berpandangan, urutan pertama perwalian itu ada di tangan anak laki-laki perempuan yang akan menikah itu (bila dia janda dan mempunyai anak), cucu laki-laki dari pihak anak laki-laki. Namun, jika dia masih sendiri (bujang), walinya adalah ayah, kakek dari pihak ayah, saudara kandung, saudara laki-laki seayah (paman), anak saudara laki-laki sekandung, anak saudara laki-laki, dan seterusnya.

Bila tidak ada wali nasab atau walinya enggan menikahkannya, maka hakim atau penguasa memiliki hak perwalian atasnya. Rasulullah SAW bersabda, “Maka sultan (penguasa) adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali.” (HR Abu Dawud No. 2083, disahihkan Syekh Nasiruddin Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud).

Urutan Wali Jika Tidak ada Ayah

Mayoritas Ulama: Kakek, kakeknya kakek, dan seterusnya.

Maliki dan Hanbali: Si penerima wasiat, saudara laki-laki, kakek, paman, dan seterusnya.

Hanafi: Kakek, saudara kandung (kakak atau adik), saudara laki-laki seayah (paman), dan seterusnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement