REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Ketua Tim Koordinator Pemenangan Anas Urbaningrum di Wilayah Sulawesi Umar Arsal mengaku memfasilitasi akomodasi dan transportasi kepada sejumlah DPC. Menurutnya, pemberian dana ini sudah disetujui oleh panitia kongres. Pasalnya, DPD tidak menanggung biaya transportasi untuk pengurus DPC.
‘’Biaya transportasi tidak ditanggung oleh DPD. Sehingga kami-kami dari tim memfasilitasi peserta,’’ katanya di gedung DPR, Jakarta, Jumat (17/2).
Ia menjelaskan, pemberian dana tersebut tak hanya diberikan pada saat kongres. Namun juga beberapa kali pada saat konsolidasi sebelum penyelenggaraan kongres. Pertama, pada saat rapat konsolidasi yang berlangsung di Hotel Clarion Gorontalo. Ketika itu tim memberikan uang Rp 3,5 juta untuk setiap DPC jarak dekat dan Rp 5 juta untuk DPC yang jauh.
Pada rapat penajaman visi Anas di Holten Sultan Jakarta, DPC kembali mendapat dana Rp 5 juta hingga Rp 7,5 juta. pemberian dana ketiga dilakukan pada saat deklarasi pencalonan Anas sebagai Ketua Umum. Klai ini, tim sukses menggelotorkan dana Rp 10 juta per DPC.
Selain itu Umar pun mengamini adanya pemberian telepon genggam merek Blackberry Gemini pada 47 dewan pimpinan cabang yang diberikan beberapa hari sebelum pelaksanaan Kongres Demokrat di Bandung 2010.
Pemberian itu dilakukan dalam rangka untuk memudahkan koordinasi. ‘’Ini diberikan pada pendukung kami agar di kongres satu nantinya satu komando,’’ ujar Umar.
Ia mengungkapkan, dana-dana itu bisa dipertanggungjawabkan. Bukan seperti cerita Nazaruddin yang mengatakan dana itu merupakan hasil korupsi dari proyek wisma atlet. Dana itu, katanya, breasal dari tim sukses dan semua partner, termasuk sejumlah politisi muda dari beberapa partai. Antara lain, Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
‘’Waktu itu dahsyat. Saya tidak pernah lihat salah satu kandidat yang mendapat sumber dana dari mana-mana. Omong kosong itu yang dikatakan Nazar. Kita semua berkeringat,’’ paparnya
Mengenai aliran dana ini awalnya diungkapkan oleh kader Partai Demokrat dari Sulawesi Utara, Diana Marinka. Ia mengaku bersama 10 orang ketua DPC menerima imbalan Rp 100 juta yang diberikan dalam beberapa tahap dengan mata uang dolar dan rupiah. Diana sendiri telah dipanggil oleh Komisi Pengawas untuk dimintai keterangan mengenai keterangannya ini.