Senin 20 Feb 2012 23:30 WIB

Hujjatul Islam: Al-Farabi, Pemikir Besar Muslim Abad Pertengahan (3)

Rep: Nidia Zuraya/ Red: Chairul Akhmad
Al-Farabi (ilustrasi).
Foto: kaznu.kz
Al-Farabi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Sosok dan pemikiran Al-Farabi hingga kini tetap menjadi perhatian dunia. Dialah filsuf Islam pertama yang berhasil mempertalikan serta menyelaraskan filsafat politik Yunani klasik dengan Islam. Sehingga, bisa dimengerti di dalam konteks agama-agama wahyu.

Pemikirannya begitu berpengaruh besar terhadap dunia Barat. ''Ilmu logika Al-Farabi memiliki pengaruh yang besar bagi para pemikir Eropa,'' ujar Carra de Vaux.

Tak heran, bila para intelektual merasa berutang budi kepada Al-Farabi atas ilmu pengetahuan yang telah dihasilkannya. Pemikiran sang mahaguru kedua itu juga begitu kental memengaruhi pikiran-pikiran Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd.

Filsafat Al-Farabi sebenarnya merupakan campuran antara filsafat Aristoteles dan Neo-Platonisme. Ia mensintesiskan buah pikir dua pemikir besar, yakni Plato dan Aristoteles. Guna memahami pemikiran kedua filsfuf Yunani itu, Al-Farabi secara khusus membaca karya kedua pemikir besar Yunani itu, yakni On the Soul sebanyak 200 kali dan Physics sampai 40 kali.

Dengan otaknya yang cemerlang, Al-Farabi membuat terobosan untuk menggabungkan filsafat Platonik dan Aristotelian dengan pengetahuan mengenai Alquran serta beragam ilmu lainnya. Beruntung Al-Farabi bisa menimba ilmu dari sejumlah guru yang mumpuni.

Ia belajar filsafat Aristoteles dan logika langsung dari seorang filsuf termasyhur, Abu Bishr Matta ibnu Yunus. Dalam waktu yang tak terlalu lama, kecemerlangan pemikiran Al-Farabi mampu mengatasi reputasi gurunya dalam bidang logika.

Al-Farabi pun akhirnya mampu mendemonstrasikan dasar persinggungan antara Aristoteles dan Plato dalam sejumlah hal, seperti penciptaan dunia, kekekalan ruh, serta siksaan dan pahala di akhirat kelak. Konsep Farabi mengenai alam, Tuhan, kenabian, esensi, dan eksistensi tak dapat dipisahkan antara keduanya. Mengenai proses penciptaan alam, ia memahami penciptaan alam melalui proses pemancaran (emanasi) dari Tuhan sejak zaman azali.

Menurut Al-Farabi, Tuhan mengetahui bahwa Ia menjadi dasar susunan wujud yang sebaik-baiknya. Al-Farabi mengungkapkan bahwa Tuhan itu Esa karena itu yang keluar dari-Nya juga harus satu wujud. Sedangkan mengenai kenabian, ia mengungkapkan bahwa kenabian adalah sesuatu yang diperoleh nabi yang tidak melalui upaya mereka. Jiwa para nabi telah siap menerima ajaran-ajaran Tuhan.

Sementara itu, menurut Al-Farabi, manusia memiliki potensi untuk menerima bentuk-bentuk pengetahuan yang terpahami (ma'qulat) atau universal. Potensi ini akan menjadi aktual jika ia disinari oleh 'intelek aktif'. Pencerahan oleh 'intelek aktif' memungkinkan transformasi serempak intelek potensial dan obyek potensial ke dalam aktualitasnya. Al-Farabi menganalogikan hubungan antara akal potensial dengan 'akal aktif' seperti mata dengan matahari.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement