REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr A Ilyas Ismail
Dikisahkan, Rasulullah SAW menemui banyak kesulitan sewaktu mempersiapkan Perang Tabuk. Beberapa orang sahabat tidak bisa diikutsertakan karena keterbatasan perbekalan dan persenjataan. Mereka sangat sedih. Kaum Muslim dilanda krisis ekonomi yang hebat pada masa itu. Lalu, Nabi naik ke atas mimbar, meminta dan menyeru kaum Muslim agar memberi dukungan untuk perjuangan ini.
Utsman bin Affan lantas mengangkat tangan dan menyatakan siap memberikan 100 ekor unta lengkap dengan persenjataannya. Nabi turun satu tangga (dari mimbar) dan kembali menyeru kaum Muslim agar memberikan dukungan untuk perjuangan ini. Utsman kembali mengangkat tangan dan menyatakan siap menambah 100 unta lagi. Nabi SAW pun semringah. Beliau turun satu tangga lagi dan kembali mengimbau kaum Muslim agar memberikan dukungan untuk perjuangan ini.
Utsman pun bergegas ke rumahnya dan datang lagi membawa nampan berisi emas. Lalu, Nabi SAW menerimanya sambil berdoa, “Semoga Allah mengampuni dosa-dosamu, hai Utsman, dosa yang kamu rahasiakan maupun yang kamu nyatakan.” (HR Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf).
Utsman sungguh mulia. Utsman salah seorang sahabat Nabi yang dermawan. Ia bergelar “dzun al-nurain” karena menikahi dua putri Rasul, dan “shahib al-hijratain” karena ikut dua kali hijrah, ke Ethiopia dan Madinah.
Dukungan Utsman dalam kasus ini menunjukkan beberapa nilai. Pertama, komitmen perjuangan yang lahir karena keimanan dan kepatuhan yang tinggi kepada Allah dan Rasul. Kedua, Utsman dapat memberikan benda (harta) paling berharga yang dimilikinya, seperti yang diminta Allah SWT. (QS Ali Imran [3]: 92).
Ketiga, harta dan kekayaan bukanlah sesuatu yang buruk pada dirinya sendiri. Seperti disebutkan dalam Alquran, harta justru merupakan kebaikan/khair (QS al-`Adiyat [100]: 8) dan keutamaan/fadhl (QS al-Jum`ah [62]: 10). Harta yang baik (halal) di tangan orang yang baik (saleh), seperti sahabat Utsman, akan membawa kebaikan dan kemaslahatan yang besar bagi kemajuan agama dan kemanusiaan.
Perjuangan umat untuk mengatasi kemiskinan dan keterbelakangan sekarang ini memerlukan dukungan perjuangan seperti yang ditunjukkan sahabat Utsman. Kaum Muslim secara umum sekarang ini, menurut ulama besar dunia Yusuf al-Qardhawi, tidaklah miskin. Bahkan, beberapa negeri Islam tergolong kaya raya. Namun, dengan kekayaan ini, kaum Muslim secara internasional belum mampu menjadi komunitas yang unggul seperti diharapkan. (QS Ali Imran [3]: 110).
Menurut Qaradhawi, ada dua penyebabnya. Pertama, pelit dan kikir. Kedua, boros (israf), yaitu membelanjakan harta tidak pada tempatnya alias menghambur- hamburkan harta secara tidak proporsional. Inilah, antara lain, dua faktor yang menghambat dukungan untuk perjuangan dan kemajuan umat. Karenanya, teladan sahabat Utsman menjadi penting bagi kita semua. Wallah a`lam.