Rabu 22 Feb 2012 04:30 WIB

Imam Masjid New York : Toleransi Agama Dimulai dari Masak Bersama

Rep: Agung Sasongko/ Red: Hafidz Muftisany
Imam Masjid New York Shamsi Ali
Foto: cp24
Imam Masjid New York Shamsi Ali

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kerjasama antar umat beragama lebih baik mengedepankan aktivitas sederhana. Harapanya, terbangun sebuah suasana keakraban dan harmonis tidak terbatas pada kalangan elit tapi hingga akar rumput.

Imam Masjid Al-Hikmah, New York, Shamsi Ali mengatakan dalam kasus di AS misalnya, kerjasama yang dibangun mulai dari hal sederhana. Misalnya saja, memasak bersama untuk dibagikan kepada kalangan miskin.

"Bagi umat beragama di New York, memasak bersama adalah hal biasa. Bahkan kami mengadakan aksi kerja bakti setiap hari besar AS," kata dia saat berbincang dengan Republika.co.id, Selasa (21/2).

Menurut Shamsi, melalui aktivitas sederhana itu masyarakat akan melihat bahwa perbedaan bukanlah sumber konflik melainkan sumber kerja sama. Sebab, kalau perbedaan dipahami secara benar maka akan menjadi rahmat. "Yang keliru adalah bagaimana ketidakmampuan mengorganisir perbedaan itu," kata dia.

Alquran sendiri, Lanjut Shamsi, mengajarkan kepada umat Islam bahwa perbedaan merupakan hal yang alamiah. Itu pertanda abwah adanya perbedaan seperti suku, agama dan bangsa dalam masyarakat tidak perlu dipermasalahkan. "Yang kita perlu pahami itu bagaimana melakukan Ta'aruf, sebuah proses pengenalan sehingga memunculkan sikap saling menghormati dan mengasihi antar umat beragama," paparnya.

Karena itu, konsep dari ajaran Islam adalah rahmatan lil alamin bukan rahmatan lil muslimin. Sebabnya, adalah tugas umat Islam disini untuk membuat umat agama lain percaya dengan konsep tersebut. "Saya kira ini adalah tantangan bagi umat Islam dunia, utamanya Indonesia untuk menampilkan wajah Islam sebagai sumber perdamaian dan harmoni," pungkasnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement