REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Lembaga pemerhati kasus Islamofobia di Inggris, Faith Matters menyesalkan ketiadaan data terkait meningkatnya jumlah korban Islamofobia. "Mereka berpikir tidak terjadi kejahatan Islamofobia. Karena itu tidak datanya," kata Direktur Faith Matters, Fiyaz Mughal, seperti dikutip onislam.net, Selasa (21/2).
Sebabnya, lanjut Fiyaz, melalui dana bantuan dari pemerintah Inggris, pihaknya berencana untuk menjalankan proyek Mengukur Serangan Anti Muslim (MAMA). "Ini adalah kesempatan bagi komunitas Muslim untuk mengatakan fakta sebenarnya," kata dia.
Mughal mengatakan jika seorang Muslim mengalami pelecehan, diserang atau menerima selebaran bernada anti Islam maka ada wadah yang akan menangani hal itu. "Saya ingin Muslim melaporkannya," ucapnya.
Menurut aturan Departeman Dalam Negero Inggris, polisi diminta untuk mencatat semua kejahatan bernada kebencian. Aturan itu muncul setelah banyak terjadi kejahatan terhadap komunitas Yahudi. Ironisnya, tidak seperti perlakuan terhadap kasus yang menimpa komunitas Yahudi, korban kejahatan Islamofobia tidak tercatat.
Juru bicara Asosiasi Kepala Polisi (ACPO) mengatakan sebuah tantangan besar untuk mengidentifikasi kejahatan bernada kebencian. "Mengingat umat Islam berasal dari semuat etnis, sulit rasanya untuk mengidentifikasi korban dalam data kejahatan rasisme," katanya.
Meski demikian, kata juru bicara itu, pihaknya telah mempublikasikan data nasional terkait kejahatan Islamofobia. Pihak kepolisian juga menekankan untuk mendata setiap kejahatan yang terjadi.
Sementara itu, para akademisi menilai meningkatnya serangan terhadap kalangan Muslim merupakan dampak dari tingginya ketakutan terhadap Islam dan Muslim."Ini merupakan masalah," kata Peneliti Universitas Lancaster, Leon Musavi.
Menurutnya, kasus ini dapat ditanggulangi dengan menerapkan pendidikan lanjutan tentang Islam di sekolah. Disisi lain, Muslim juga perlu aktif berperan dalam mendidik masyarakat tentang Islam.