Rabu 22 Feb 2012 06:29 WIB

Pengamat: Politikus RI Harusnya Contoh Etika Politik Jerman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah politikus di negara ini terjerat kasus hukum dan sebagian sudah menjalani hukumannya. Menurut pengamat politik dari Universitas Indonesia, Boni Hargens, para politikus maupun pejabat publik yang terindikasi korupsi, seharusnya mundur dari jabatannya.

“Para pejabat publik dan politikus yang terindikasi kasus korupsi lebih baik mundur. Jangan terus membodohi rakyat dengan mengatasnamakan menunggu proses hukum. Dalam kehidupan selain hukum, juga ada etika yang harus dijaga dan mereka jelas-jelas sudah melanggar etika,” ujar Boni melalui pesan elektronik yang disampaikannya dari Berlin, Jerman, kemarin.

Dia menilai, politikus, bahkan pejabat negara pun tidak beretika dan seringkali malah berlindung di balik proses hukum yang sedang dijalankan. “Indonesia rusak karena perilaku mereka yang selalu berlindung di balik proses hukum tanpa mempedulikan etika."

Dia mencontohkan bagaimana politikus senior Jerman yang mundur karena patuh pada etika. Mantan Kanselir Jerman Barat yang berkuasa puluhan tahun, Helmut Kohl, mundur dari jabatannya karena menerima uang sebagai ketua umum partai yang berkuasa CDU/CSU sebesar 8.000 DM saat itu atau hanya sebesar Rp 160 juta. Dana itu bukan untuk kepentingan pribadinya, tapi masuk ke kas partainya. "Dia pun mundur dengan legowo,” jelasnya.

Mundurnya politisi muda Jerman yang cemerlang dari jabatan Presiden Jerman, Cristian Wulf, karena mendapatkan kredit rumah dengan bunga kecil. “Saya kagum dengan sikap dia, dia juga masih muda, penuh potensi, tapi dia sadar akan resiko sebagai politisi dan pejabat publik yang tidak boleh melakukan hal-hal yang oleh orang umum sebenarnya biasa saja," lanjut Boni.

Dia meminta agar para politikus Indonesia mencontoh etika politik Jerman tadi. "Kalau di Indonesia kan terbalik, jangankan suvenir, APBN saja terus dikorupsi kok,” tandasnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement