REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat menyambut gembira penandatanganan nota kesepahaman (MoU) pemerintah RI dan Arab Saudi soal perlindungan dan jaminan sosial TKI.
"BNP2TKI memastikan tidak akan melayani penerbitan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) bagi calon TKI atau TKI yang tidak mengikuti program yang telah ditentukan peraturan yang berlaku," ujarnya di Jakarta, Rabu.
Hal itu disampaikannya dalam surat elektronik pada penandatanganan MoU yang dilakukan oleh Dirjen Binapenta Kemnakertrans Rena Usman dan CEO International Social Security Program (ISSP) Arab Saudi Mohammad S. Alkahtani.
Jumhur pada 28 Mei 2011 memimpin delegasi Pemerintah Indonesia menghadiri forum Senior Offcial Meeting (SOM) dengan pemerintah Arab Saudi yang dipimpin Menaker Arab Saudi Adel Muhammad Fakieh di Jeddah. Pertemuan itu menghasilkan Statement of Intent antara lain menyangkut soal ISSP.
Dalam MoU itu disebutkan bahwa ISSP akan melakukan perlindungan dan jaminan sosial TKI yang bekerja di Arab Saudi, berikut memediasi dan memperjuangkan hak-hak TKI, seperti gaji yang tidak dibayar oleh pengguna atau majikan, kematian, tindak kekerasan, pelecehan seksual, penganiayaan dan hak-hak TKI lainnya.
Jumhur berharap, dengan adanya ISSP yang merupakan instrumen dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi untuk menangani permasalahan-permasalahan yang dihadapi TKI selama bekerja di Arab Saudi, benar-benar dapat bekerja sesuai prosedur penempatan dan perlindungan TKI.
Kepala BNP2TKI juga meminta kepada Kemenakertrans agar nota kesepahaman bersama mengenai perlindungan dan jaminan sosial bagi TKI yang bekerja di luar negeri ini bisa diperluas ke negara-negara lain di Timur Tengah, Uni Emirat Arab, dan negara-negara tujuan penempatan TKI lainnya.
Sementara itu Rena yang membacakan sambutan Menakertrans Muhaimin Iskandar mengatakan program penempatan TKI di luar negeri merupakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah pengangguran meskipun program tersebut masih menyimpan berbagai permasalahan.
Ia mengatakan Saudi Arabia merupakan salah satu negara yang diminati TKI dalam mencari pekerjaan karena adanya kesamaan agama, kemudahan untuk menjalankan ibadah haji/umroh serta upah yang memadai di bandingkan bekerja di dalam negeri.
Hal itu terbukti dengan besarnya jumlah TKI di Kerajaan Saudi Arabia sampai dengan saat ini mencapai angka 1,4 juta jiwa. Mereka umumnya bekerja sebagai Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) yang rentan dengan permasalahan, mulai dari gaji tidak dibayar, penganiayaan oleh majikan, sampai kasus kematian.
Dalam catatan Kemnakertrans, hingga akhir 2011, kasus TKI di Kerajaan Saudi Arabia menduduki peringkat tertinggi dibandingkan negara penempatan TKI lainnya dengan jumlah sebanyak 10.393 kasus, dengan permasalahan kasus di antaranya gaji tidak dibayar, penyiksaan/kekerasan fisik, pelecehan seksual, beban kerja tidak sesuai, sakit dan lain-lain.
Kondisi itu mengundang perhatian pemerintah untuk melakukan tindakan moratorium guna membahas kesepakatan antarkedua negara terkait dengan penempatan TKI ke Kerajaan Saudi Arabia sehingga berdampak pada penurunan penempatan TKI yang drastis dan cukup signifikan, dimana penempatan TKI sepanjang tahun 2011 hanya 146.048 orang, sedangkan pada tahun 2010 mencapai sebanyak 437.708 orang.
Ia berharap dengan MoU itu Arab Saudi dapat memberikan perlindungan yang lebih optimal lagi terhadap TKI dan ia juga menegaskan bahwa MoU itu tidak lepas dari peran aktif dari BNP2TKI dalam upaya perbaikan penempatan dan perlindungan TKI di Arab Saudi.