REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Gerilyawan Taliban, Kamis (23/2), mendesak rakyat Afghanistan untuk membunuh tentara asing sebagai balas dendam atas pembakaran kitab suci Alquran di pangkalan militer yang dikelola Amerika Serikat (AS). Tindakan itu memicu protes kekerasan di seluruh negeri.
Dalam pernyataan yang dikirim ke media, milisi Taliban meminta rakyat Afghanistan tidak menghentikan aksi protesnya dalam menyerang pasukan asing. "Bunuh mereka, tangkap mereka, kalahkan mereka dan ajar mereka pelajaran bahwa mereka akan tidak pernah lagi berani menghina kitab suci Alquran. Melindungi kehidupan dan hak milik umat Islam adalah kewajiban bagi semua muslim," demikian pernyataan tersebut yang diberitakan AFP.
Mereka juga menyerukan untuk menyerang berbagai instalasi pasukan asing. Namun juru bicara utama milisi, Zabiullah Mujahid, mengatakan kepada AFP, Rabu malam bahwa pembakaran Alquran tidak akan mempengaruhi kontak dengan para pejabat AS di Qatar. Kontak itu dirancang untuk membangun kepercayaan diri dan membuka jalan bagi pertukaran tawanan.
"Kami mengutuk penodaan kitab suci Alquran dengan nada paling keras, tetapi masalah ini tidak akan mempengaruhi proses perundingan di Qatar, kita sudah mengatakan sejak awal bahwa isu-isu tersebut tidak dapat mempengaruhi proses di Qatar," katanya.
Aksi-aksi protes anti-Amerika terhadap pembakaran Alquran dilakukan selama hari ketiga terus-menerus sampai Kamis, setelah sembilan demonstran ditembak mati dan puluhan terluka dalam protes kekerasan Rabu. Kementerian Dalam Negeri Afghanistan menyalahkan setidaknya satu dari kematian itu pada pengawal asing Kamp Phoenix, pangkalan militer AS di Timur Kabul.