REPUBLIKA.CO.ID, Pada masa pemerintahan Abdurrahman V Al-Mustahdir, Ibnu Hazm bersama-sama dengan khalifah berusaha memadamkan berbagai kerusuhan dan mencoba merebut wilayah Granada dari tangan musuh.
Akan tetapi dalam usaha merebut wilayah itu, khalifah terbunuh dan Ibnu Hazm tertangkap. Ia kemudian dipenjarakan.
Hal serupa juga dialaminya pada masa pemerintahan Hisyam III Al-Mu'tamid. Ibnu Hazm pernah dipenjarakan setelah sebelumnya ia ikut mengatasi berbagai keributan di istana. Selepas keluar dari tahanan, ia memutuskan untuk meninggalkan dunia politik dan keluar dari istana.
Sejak keluar dari istana, Ibnu Hazm tidak menetap di satu tempat tertentu, tetapi berpindah-pindah. Selain mencari ilmu, motivasinya hidup berpindah-pindah tempat karena ingin mencari ketenangan dan keamanan hidupnya. Sejak saat itu ia juga mencurahkan perhatiannya kepada penulisan kitab-kitabnya.
Kitab-kitab karangan Ibnu Hazm seperti yang dikatakan oleh anaknya, Abu Rafi'i Al-Fadl, berjumlah 400 buah. Tetapi karyanya yang paling monumental adalah kitab Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam (Ilmu Ushul Fikih) terdiri dari delapan jilid dan kitab Al-Muhalla (Ilmu Fikih) terdiri dari 13 jilid. Kedua kitab ini menjadi rujukan utama para pakar fikih kontemporer.
Karya-karyanya yang lain di antaranya Risalah fi Fada'il Ahl al-Andalus (Risalah tentang Keistimewaan Orang Andalus), Al-Isal Ila Fahm al-Khisal al-Jami'ah li Jumal Syarai' al-Islam (Pengantar untuk Memahami Alternatif yang mencakup Keseluruhan Syariat Islam), Al-Fisal fi al-Milal wa al-Ahwa' wa an-Nihal (Garis Pemisah antara Agama, Paham dan Mazhab), Al-Ijma' (Ijmak), Maratib al-'Ulum wa Kaifiyah Talabuha (Tingkatan-Tingkatan Ilmu dan Cara Menuntutnya), Izhar Tabdil al-Yahud wa an-Nasara (Penjelasan tentang Perbedaan Yahudi dan Nasrani), dan At-Taqrib lihadd al-Mantiq (Ilmu Logika).
Selain menulis kitab mengenai ilmu-ilmu agama, Ibnu Hazm juga menulis kitab sastra. Salah satu karyanya dalam bidang sastra yang sangat terkenal adalah yang berjudul Tauq al-Hamamah (Di Bawah Naungan Cinta). Kitab ini menjadi karya sastra terlaris sepanjang abad pertengahan. Kitab yang berisikan kumpulan anekdot, observasi, dan puisi tentang cinta ini tidak hanya dibaca oleh kalangan umat Islam, tetapi juga kaum Nasrani di Eropa.
Ibnu Hazm wafat di Manta Lisham pada 28 Sya'ban 456 H bertepatan pada tanggal 15 Agustus 1064 M. Wafatnya Ibnu Hazm cukup membuat masyarakat kala itu merasa kehilangan dan terharu. Bahkan, Khalifah Mansur Al-Muwahidi, khalifah ketiga dari Bani Muwahid, termenung menatap kepergian Ibnu Hazm, seraya berucap, "Setiap manusia adalah keluarga Ibnu Hazm."