REPUBLIKA.CO.ID, TUNISIA -- Pertemuan negara-negara barat dan Arab pada Jumat (24/2) meminta agar Suriah segera melakukan gencatan senjata guna meloloskan bantuan bagi warga sipil yang menderita. Kondisi warga sipil itu tertekan tanpa ada konsensus internasional untuk mengakhiri konflik yang sudah berlangsung 11 bulan itu.
Para menteri luar negeri dari 50 negara bakal menghadiri pertemuan pertamanya. Mereka mengistilahkan kelompok itu sebagai 'Teman Suriah'. Pertemuannya berlangsung di Tunisia. Mereka menyikapi sejumlah serangan pemerintah ke kota Homs dan menyebabkan ribuan korban berjatuhan selama konflik itu terhadap Presiden Bashar al-Assad.
Menlu Amerika Serikat (AS), Hillary Clinton, mengatakan pada Kamis (23/2) bahwa pihak oposisi Suriah tetap akan terus melawan jika jalan diplomasi gagal untuk mengatasi krisis tersebut. Tapi, upaya keras dari Dewan Keamanan PBB tetap dilakukan, meski diveto Rusia dan Cina, serta menurunnya minat untuk mengerahkan militer guna menjatuhkan Assad. Para delegasi itu berharap tetap fokus dalam mencari cara memasukkan obat-obatan dan makanan bagi warga sipil, serta mengobati para korban pertempuran.
Rancangan deklarasi pertemuan itu, yang didapat Reuters pada Kamis, meminta Suriah untuk segera melakukan gencatan senjata dan memperbolehkan PBB masuk ke Homs. Isi deklarasi itu juga meminta agar badan internasional itu mengirimkan bantuan bagi warga sipil yang menjadi korban dari konflik.
Duta kemanusiaan PBB, Valerie Amos, diharapkan untuk hadir dalam pertemuan itu bersama dengan para perwakilan dari Palang Merah Internasional (ICRC). Lembaga itu yang sudah bekerja dengan pemerintah Suriah dan pihak oposisi untuk mengatur adanya gencatan senjata harian guna memberi kesempatan masuknya bantuan kemanusiaan.