REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) menyambut rencana pembahasan UU Penyiaran yang baru, yang antara lain akan memasukkan soal digitalisasi penyiaran di dalamnya. UU Penyiaran yang tersebut akan menggantikan UU Penyiaran No 32/2002 yang sekarang berlaku.
"Teknologi komunikasi dan informasi berkembang pesat, tidak terkecuali di industri penyiaran. Kita harus siap, karena saat ini pun gempuran dari konten penyiaran asing kian luas menjangkau pemirsa di tanah air," ujar Ketua ATVSI Erick Thohir.
Terkait dengan cepatnya perubahan teknologi yang mempengaruhi cara dan gaya masyarakat dalam mengkonsumsi informasi termasuk konten penyiaran, ATVSI berpendapat penggunaan frekuensi penyiaran di masa depan sebaiknya lebih dititikberatkan pada ketentuan mengenai konten, ketimbang struktur kepemilikan dan struktur bisnisnya.
"Ke depan, orang akan menikmati konten penyiaran dengan prinsip anywhere, any how, anytime. Tidak harus duduk di depan televisi pada jam tertentu dan di rumah atau kantor," ujar Erick Thohir. Saat ini, kata dia, konsumen bisa menonton siaran televisi melalui perangkat komputer jinjing, tablet, bahkan telpon seluler pintarnya.
Berdasarkan Nielsen Media Research, penggunaan komputer tablet di antara konsumen digital di Indonesia akan mencapai 21 persen pada pertengahan tahun 2012. Data Nielsen juga menunjukkan bahwa konsumsi video di kalangan pengguna internet dan pengguna peralatan digital didominasi oleh akses ke Youtube, yakni 71 persen.
Menurut Erick, fenomena mengonsumsi media di era digital ini perlu mendapat perhatian dalam UU Penyiaran yang tengah dibahas. "Kami berharap UU Penyiaran bersifat visioner dan dapat mengakomodir perkembangan teknologi komunikasi. Karena itu penekanan pada aspek pengaturan konten menjadi lebih relevan, mengingat perubahan teknologi begitu cepat," kata Erick Thohir.