REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) mengharapkan agar UU Penyiaran baru yang akan mengganti UU No 32 tahun 2002 tetap menjamin dan menjaga dua hak esensial warga negara, yakni kemerdekaan berekspresi dan kemerdekaan pers.
''Kemerdekaan pers harus dijamin dalam UU Penyiaran. Jurnalis dan produk jurnalistik seyogyanya tidak dikriminalisasi jika terkait dengan sengketa pemberitaan," ujar Ketua ATVSI, Erick Thohir dalam siaran persnya.
ATVSI meminta pihak pembahas UU Penyiaran duduk bersama Dewan Pers, organisasi media, dan organisasi profesi wartawan untuk memastikan kemerdekaan pers tetap terjamin. Menurut Erick, pengaturan mengenai konten jurnalistik sebaiknya mengacu kepada standar yang sama dan tidak menimbulkan dualisme antara lembaga yang terkait.
"ATVSI mendukung upaya self-regulatory yang dilakukan atas konten jurnalistik, sebagaimana yang telah dijalankan oleh Dewan Pers yang independen selama ini," kata Erick Thohir.
Pada prinsipnya, kata Erick, ATVSI mengharapkan UU Penyiaran yang baru tidak memberikan hak kepada siapapun untuk memenjarakan pelaku penyiaran, menutup hak siar, bahkan membredel lembaga penyiaran tanpa melalui proses peradilan dan keputusan pengadilan yang berkuatan hukum tetap.