Sabtu 25 Feb 2012 05:26 WIB

Pengusaha Taksi Dukung Konversi Gas, Asal ?

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Hazliansyah
converter kit dari BBM ke BBG
Foto: pelitaonline.com
converter kit dari BBM ke BBG

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Widjajono Partowidagdo terus mendorong peralihan dari penggunaan bahan bakar bensin ke bahan bakar gas. Apalagi, pemerintah tak lama lagi akan mengambil kebijakan dengan menaikkan harga BBM.

Pengusaha angkutan umum non ekonomi seperti taksi menyatakan kesediaannya menggunakan gas sebagai bahan bakar kendaraan. Asal ?

"Jika infrastrukturnya dijamin ada dalam waktu bersamaan oleh pemerintah, tanpa disuruh pun kami pasti konversi," kata Kepala Humas Blue Bird Teguh Wijayanto yang dihubungi Republika, kemarin. Teguh Wijayanto memisalkan, jika harga BBM subsidi naik menjadi Rp 6.000 per liter, itu lebih mahal dibandingkan gas Rp 4.500 per liter setara premium.

Teguh menilai, pemerintah masih belum serius menyelesaikan infrastruktur SPBG. Taksi, kata Teguh, sejak lama telah menjadi pelopor penggunaan BBG. Sebab, diferensiasi harga gas jauh lebih hemat dari BBM. Ia juga menyadari cadangan minyak negara sudah semakin menipis. Tapi taksi merupakan kendaraan yang tingkat mobilitasnya tinggi. Artinya, harus ada jaminan lokasi dan pasokan gas dimanapun dan kapanpun mereka membutuhkan.

Jika stasiun-stasiun pengisian BBG hanya belasan unit di Jabodetabek maka itu dinilai percuma. Sebab, taksi Blue Bird jumlahnya mencapai 40 ribu unit. Sebanyak 27,5 persen atau 11 ribu unit di antaranya beroperasi di Jakarta. Belum lagi, kata Teguh, kehadiran operator taksi lainnya.

Terkait infrastruktur gas, Widjajono mengatakan pemerintah tengah memprioritaskan pembangunan SPBG pada sembilan kota di Indonesia yang sudah memiliki jaringan pipa gas.

Kesembilan kota itu adalah Jakarta, Bekasi, Cilegon, Surabaya, Gresik, Semarang, Palembang, Medan, dan Sengkang di Kalimantan Timur. "Jika harga gas berprospek bagus, tak perlu diminta, investor akan datang dengan sendirinya," kata Widjajono.

Selama ini, kata Widjajono, hampir Rp 255 triliun anggaran negara dihabiskan untuk menyubsidi BBM. Sedangkan sektor minyak dan gas di dalam negeri hanya menghasilkan Rp 270 triliun.

Penghematan dari kenaikan BBM nantinya, harus digunakan seluruhnya untuk perbaikan dan pengembangan infrastruktur transportasi dan konversi energi. Namun, Widjajono kembali menegaskan semuanya bergantung pada kesepakatan pemerintah atas persetujuan DPR nantinya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement