REPUBLIKA.CO.ID, ''Anda menyandera agama kami!'' teriak presenter Naida Aurangzeb, pengasuh acara Muslim Belanda "De Halve Maan" atau Bulan Sabit, pada seorang syekh.
Kekesalan Naida mencuat lantaran sang syekh baru saja mengusirnya dari meja diskusi. Ia menyatakan, tidak bersedia berbicara dengan wanita tanpa jilbab. "Saya merasa terhina, karena anda menolak duduk satu meja dengan saya, dengan alasan karena saya tidak mengenakan jilbab. ... Namun, sebenarnya saya juga merasa iba. Anda menyandera Islam. Islam itu agama saya juga!"
Dari jajaran publik, Naida Aurangzeb mengarahkan kata-kata ini pada Haitham al Haddad, seorang syekh asal Inggris, yang duduk di meja podium. Sang syekh tampak agak malu juga. Usai acara diskusi ia mengancam akan mengadukan presenter ini pada polisi.
Fouad el Haji, seorang anggota gemeenteraad (DPRD) kota Rotterdam, dari fraksi Partai Sosial Demokrat, PvdA, sebenarnya datang untuk memenuhi undangan mengisi acara "De Halve Maan" dan berbicara mengenai Jaringan Warga Maroko Liberal di Belanda. Ia salah satu pendiri lembaga ini.
Dalam perjalanan menuju studio, dari Rotterdam ke Amsterdam, melalui jaringan internet ia membaca, bahwa ia akan berdiskusi dengan Syekh Haitham al Haddad. Seorang pemuka agama asal Inggris yang sering bikin heboh, dan terkenal sebagai imam "penyebar kebencian".
Acara berlangsung di gedung lokasi debat terkenal di Amsterdam, De Balie. Kedatangan sang syekh, selama beberapa hari belakangan sempat banyak membuat heboh, antara lain karena berbagai pernyataan anti semitisme yang sering ia lontarkan. Mayoritas anggota parlemen telah berusaha mencegah kedatangan imam ini ke Belanda namun tidak berhasil.
Saat ia tiba, Fouad el Haji mendapati kejutan lain. Beberapa jam sebelum acara berlangsung, syekh ini menyatakan, ia tidak bersedia tampil dalam diskusi, jika acara dipimpin oleh seorang wanita tanpa jilbab.
Organisasi penyelenggara sempat panik. Jika presenter wanita tersebut tidak bersedia mengalah, sang syekh kemungkinan besar tidak jadi tampil. Padahal, penampilan terbuka sang syekh merupakan peluang emas bagi acara ini. Namun, mengikuti kehendaknya?
"Jika kalian mengganti Nadia Aurangzeb, itu sama saja seolah kita semua diinjak-injak," kata Fouad el Haji. Saat itu, ia sendiri mempertimbangkan mungkin lebih baik meninggalkan acara diskusi.
Akhirnya tercapai kompromi. Usai memperkenalkan para tamu yang akan hadir, Naida Aurangzeb berdiri meninggalkan podium, dan duduk di bangku publik, di jejeran paling depan. "Saya tidak setuju dengan keputusan seperti ini. Tapi bersedia meninggalkan meja diskusi, agar anda semua bisa bertukar pikiran dengan syekh ini."
Selanjutnya, pada saat sang syekh mulai berdiskusi dengan Fouad el Haji, ia ikut berbicara dari bangku publik.
Beberapa hari kemudian Naida Aurangzeb hadir dalam program aktualitas Pauw & Witteman untuk menjelaskan sikapnya. Anda diusir dari meja diskusi karena sang imam tidak mau anda duduk di sana, kata presentator Paul Witteman. Apakah itu bukan bertekuk lutut? Menurut Naida Aurangzeb bukan.
"Kami sengaja mengundang dia untuk mendengarkan argumennya. Untuk mengetahui, orang ini seperti apa? Sekarang kita semua mengetahui siapa dia. Kita melihat dia membelit-belit mencari alasan, tanpa memberi penjelasan."
Bagi Fouad el Haji, yang juga tetap duduk, hal ini memang dilema jurnalistik. Kustaw Bessems, jurnalis lain dari harian Dagblad de Pers, juga memahami pertimbangan Naida Aurangzeb.
"Pada prinsipnya, terhadap orang seperti itu kita harus bilang: Persetan! Jika kamu tidak mau berbicara dengan wanita tanpa jilbab, silakan saja pergi. Kami tidak akan mengikuti kemauan anda. Namun, saya juga bisa mengikuti pertimbangan panitia penyelenggara. Kita harus menunjukkan bagaimana cara berdiskusi orang seperti itu!'"