REPUBLIKA.CO.ID, LILONGWE -- Muslimah di Malawi boleh bernafas lega. Pasalnya, perawat muslim di sana kini diperbolehkan untuk memakai jilbab saat bertugas.
Keputusan tersebut diambil lembaga pengatur medis di negara itu, Dewan Perawat dan Bidan, bulan ini. Langkah ini bertujuan mendorong wanita muslim agar tidak ragu-ragu menjadi perawat di Malawi. Malawi memang kekurangan perawat. Hanya ada 17 perawat untuk setiap 100 ribu orang.
Keputusan ini diambil tak lama setelah otoritas Departemen Imigrasi mengizinkan wanita muslim untuk tetap mengenakan jilbab dalam foto paspor mereka.
"Anda tahu ini adalah hak perempuan," kata Dinala Chabulika dari Asosiasi Muslim Malawi kepada Voice of America, seperti dikutip dari onislam, Kamis (23/2). Ia menambahkan sebagai muslim, kita mempunyai tanggung jawab untuk memperjuangkan hak-hak perempuan kita.
Menurut Chabulika, pihaknya telah bernegosiasi dengan lembaga itu selama satu tahun terkait penggunaan jilbab. Tiga pembicaraan dilakukan di ibukota Lilongwe.
"Umat agama lain seperti Katolik juga memiliki seragamnya sendiri," ujar Martha Mondiwa dari Dewan Perawat dan Bidan.
Kendati demikian, Mondiwa mengatakan ada sejumlah aturan mengenai seragam perawat. Misalnya, mereka tidak diperkenankan mengenakan warna hitam.
Para perawat muslimah menyambut gembira keputusan itu, meskipun khawatir adanya pelecehan dari pasien terhadap mereka saat mengenakan jilbab.
"Beberapa pasien menghormati, menghargai dan merasa akan dirawat dengan baik oleh kami, namun ada juga yang merasa sebaliknya," kata salah satu perawat di Rumah Sakit Pusat Queen Elizabeth, Duniya Kazembe.
Islam merupakan agama terbesar kedua di selatan Afrika setelah Kristen. Statistik resmi menunjukkan dari 12 juta penduduk negara, 12 persen adalah penganut agama Islam. Sedangkan data dari Asosiasi Muslim Malawi (MAM) menyebut 36 persen.