REPUBLIKA.CO.ID, GORONTALO -- Teka-teki penyebab terjadinya kerusuhan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kerobokan, Bali, akhirnya terjawab. Ini setelah Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin membeberkan fakta pencetus mengamuknya para narapidana hingga sampai membakar sebagian kantor Lapas.
Menurut Amir, laporan yang masuk kepadanya, menyebutkan ada kebijakan diskriminatif yang diterapkan kepala Lapas Kerobokan terhadap napi asal Bali dan luar wilayah. Perlakuan yang berbeda itu membuat kelompok yang satu mendapat keistimewaan akses sehingga mendapat perlakuan berbeda.
Pihaknya juga mendengar ada sejumlah pungutan terhadap para napi yang jumlahnya tidak sedikit. Hal itu membuat para penghuni sel menjadi marah kepada sipir. Belum lagi kapasitas penghuni lapas yang sudah kelebihan kapasitas membuat situasi di dalam menjadi tidak kondusif.
Amir menjelaskan, kerusuhan yang terjadi pada Rabu (23/2), akibat murni ketidakpuasan para napi terhadap kebijakan kepala Lapas Kerobokan. Adapun kerusuhan sebelumnya diakibatkan penggerebekan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang dilakukan tiba-tiba sehingga menimbulkan perlawanan dari penghuni penjara.
"Informasi ini saya percayai dulu, kalau ternyata nanti tidak benar itu urusan lain," ungkap Amir di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Gorontalo, Sabtu (25/2).
Menurut Amir, kasus di Lapas Kerobokan bisa menjadi pelajaran bagi petugas agar kerusuhan itu tidak terjadi di daerah lainnya. Pihaknya mengimbau, faktor-faktor penyebab keresahan penghuni lapas yang disampaikannya tidak terjadi di Lapas Kelas IIA Gorontalo. Pasalnya ia melihat kapasitas Lapas Gorontalo sudah overload dan dihuni 450 napi dari kapasitas ideal 250 napi.
Amir mengingatkan, kewaspadaan harus dimunculkan selalu sebab kerusuhan di dalam lapas berpotensi selalu muncul jika tidak diantisipasi sejak awal. "Meski persoalan di Lapas Gorontalo tidak serumit Kerobokan, tapi jangan sampai hal itu tidak diantisipasi petugas," pesan Amir.