REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Lembaga swadaya masyarakat peduli satwa, ProFauna, menyerukan penghentian penjualan cenderamata terbuat dari sisik atau bagian tubuh penyu kepada para pelaku pariwisata di Bali.
"Kami telah melakukan penyelidikan di berbagai tempat wisata di Bali. Ternyata banyak dijual cendera mata dari penyu," kata Wita Wahyudi selaku perwakilan ProFauna di Bali dalam aksi damai di Lapangan Puputan Badung, Denpasar, Ahad.
Penjualan cendera mata berbahan penyu itu marak terjadi Sanur, Kuta, Seminyak, Legian, Tanjung Benoa, dan Nusa Dua. "Kami menemukan beberapa jenis cendera mata berupa gelang, pipa rokok, dan kotak perhiasan di satu toko di kawasan Tanjung Benoa," ujarnya.
Menurut dia, harga cendera mata dari binatang yang dilindungi karena terancam punah itu ditawarkan dengan harga mulai Rp 250 ribu sampai Rp 1 juta. Jika praktik penjualan ini dibiarkan terus, lanjut dia, pihaknya khawatir populasi penyu di seluruh kawasan Indonesia makin berkurang.
"Padahal semua jenis penyu di Tanah Air sudah dilindungi undang-undang sehingga apapun bentuk perdagangan penyu di negeri ini sudah dilarang, baik hidup maupun bagian-bagian tubuhnya," kata Wita.
Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pelaku perdagangan satwa dilindungi bisa diancam hukuman lima tahun penjara dan denda sebesar Rp 100 juta.
"Namun sampai saat ini masih banyak penyu yang diselundupkan atau sisiknya dipakai cendera mata," katanya menyayangkan.
Wita berharap pemerintah segera melakukan penertiban terhadap perdagangan cendera mata dari penyu di Bali karena dapat merusak citra pariwisata di dunia internasional.
Terlebih perdagangan cendera mata tersebut dijual secara terbuka di tempat-tempat wisata. "Itu baru di Tanjung Benoa saja kami melakukan penyelidikan, di daerah lain kemungkinan masih ada," katanya.