REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Juru Bicara Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, menegaskan, utusan khusus presiden bukan jabatan permanen. “Bila nanti situasi tempat utusan khusus presiden itu bertugas sudah dianggap stabil dan juga sudah berjalan dengan baik, tentu saja bisa dilakukan perubahan,” katanya kepada Republika akhir pekan lalu.
Situasi yang dimaksud adalah situasi kawasan tempat utusan khusus presiden itu bertugas. Ia menjelaskan utusan khusus presiden memang memiliki tugas khusus dan menjadi perpanjangan tangan presiden untuk focus pada satu permasalahan.
Saat ini, pemerintah memiliki tiga orang staf khusus presiden. Yakni TB Silalahi sebagai utusan khusus presiden untuk kawasan Asia Pasifik, Nila Moeloek untuk MDG’s, dan HS Dilon untuk Penanggulangan Kemiskinan.
Ia mencontohkan perubahan itu dengan peniadaan utusan khusus presiden di kawasan Timur Tengah. Dulu, posisi ini dijabat oleh Alwi Shihab. Pemerintah meniadakan utusan khusus presiden untuk kawasan itu dengan alasan situasi di Timur Tengah sudah stabil dan kondusif sehingga utusan khusus presiden tidak lagi diperlukan.
“Memang jabatan itu temporer, ada masanya. Tentu utusan khusus presiden itu punya surat tugas dan punya lingkup kerja serta tanggung jawab sampai masa waktu kerjanya,” katanya.
Menurutnya, kemungkinan penambahan utusan khusus presiden bisa saja terjadi di masa depan. Terlebih jika dipandang di satu kawasan memerlukan utusan khusus presiden. Tetapi, Julian menengaskan utusan khusus itu akan sangat tergantung pada konteks dan tingkat urgensinya.
“Kalau itu (utusan khusus presiden) dengan pertimbangan presiden, kebijakan, dan wawasan beliau, why not. Ini sangat tergantung bagaimana Bapak Presiden melihat perlu atau tidaknya satu keadaan atau situasi yang memerlukan utusan khusus presiden ,” katanya.