REPUBLIKA.CO.ID, Menjadi komunitas minoritas bukanlah menjadi penghalang utuk menegakkan prinsip. Tekad itulah yang membuat muslimah asal Amerika Serikat, Aisha HL Al-Adawiya mendirikan lembaga sosial masyarat, Women In Islam Inc.
Di bawah kepemimpinannya organisasi ini melaju sebagai pembela hak asasi manusia (HAM), hukum, dan masalah sosial perempuan.
Kiprah Al-Adawiya sudah tersohor di negara adi daya itu. Dia pun terkenal aktif mengikuti berbagai even internasional di forum-forum yang diadakan negara Islam. Perempuan lajang ini pun dipercaya mewakili kaum Muslimah AS di Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).
Bentuk perlindungan bagi Muslimah pun ditunjukkannya dengan menangani proyek pendokumentasian dan perlindungan warisann nilai agama di lembaga Schomburg Center.
Al-Adawiya juga tergabung dalam forum global komunitas Muslim lainnya. Di antaranya Interfaith Center (New York), KARAMAH: Muslim Women Lawyers for Human Rights, New York Jobs With Justice, Greater New York Labor-Religion Coalition, dan Muslim Consultative Network, The Malcolm X & Dr. Betty Shabazz Memorial Educational and Cultural Center (The Shabazz Center).
Jejaknya juga bisa ditemukan di organisasi The Malcolm X Museum; Collections and Stories of American Muslims (CSAM), Council on American Islamic Relations, New York (CAIR-NY), dan Turning Point for Women and Families. Kemampuan menulis serta inteligensianya terasah berkat bergabung dengan berbagai organisasi tadi.
Lantaran telah lama berkecimpung di dunia aktivis Muslim, dia pun acapkali diminta menjadi konsultan berbagai proyek dokumenter Muslim Amerika. Beberapa pihak yang menggandengnya seperti Columbia University, Darfur Rehabilitation Project, Islamic Society of North America (ISNA), Media for Human Rights, International Museum of Muslim Cultures, Malaria No More’s Muslim Advisory Council, dan Muslim Voices: Arts and Ideas.
Varian penelitian ini cukup bervariasi. Obyeknya mulai Muslim di kota New York serta beberapa kota yang dihuni Muslim dari Afrika. Topik penelitian pun beragam. Mulai dari HAM, perlindungan hukum serta seni budaya.
Hasil penelitiannya juga membuat beberapa pihak yang sebelumnya menutup mata pada komunitas Muslim Amerika, sedikit demi sedikit memberikan perhatian. Al-Adawiya memang berusaha membuktikan, kaum minoritas tak perlu menempuh jalur anarki untuk mendapatkan pengakuan. Justru melalui prestasi dan tampil di forum-forum internasional bergengsi akan menumbuhkan kepercayaan pada komunitas tersebut.
Sosok Al-Adawiya ternyata populer sebagai pembawa acara dan produser di acara bertajuk Tahrir. Acara yang disiarkan di WBAI Pacifica Radio, New York ini sebagai ajang diskusi bertema HAM dan hukum. Karakter aktivis Al-Adawiya sungguh mendominasi konten acara yang mengedepankan bahasan toleransi dan pembentukan perdamaian di tengah masyarakat beda budaya.
Di perspektif hidupnya, perempuan berusia 67 tahun ini selalu menekankan jika seorang Muslimah bukan hanya sebagai pendamping hidup pria Muslim. Tapi, juga mempunyai sebuah pemikiran yang disuguhi pilihan untuk mengeksplorasi segala kemampuannya
"Saya selalu berdoa dan meminta kepada Allah agar menunjukkan pada saya kedudukan seorang Muslimah yang terbaik di tengah komunitasnya serta lingkungannya," ujar al-Adawiya.