REPUBLIKA.CO.ID, PBB -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kemarin, meragukan kredibilitas referendum konstitusional yang diselenggarakan di Suriah. Terlebih lagi, referendum itu terjadi di tengah-tengah meluasnya aksi kekerasan, kata juru bicara PBB.
"Setiap suara di Suriah harus diberikan dalam kondisi yang bebas dari kekerasan dan intimidasi," kata wakil juru bicara PBB, Eduardo del Buey, seperti diberitakan AFP dan dipantau Antara, Selasa (28/2). Dia juga mengatakan, Sekjen PBB, Ban Ki-Moon, telah mengamati pemungutan suara, pada Ahad, yang diselenggarakan oleh pemerintahan Presiden Bashar al-Assad.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan di Suriah, hampir 90 persen pemilih telah menyetujui konstitusi baru dalam referendum yang diadakan setelah konflik dan kerusuhan yang terjadi selama 11 bulan. "Sementara konstitusi baru dan berakhirnya monopoli partai Baath di kekuasaan dapat menjadi bagian dari solusi politik, referendum harus terjadi dalam kondisi bebas dari kekerasan dan intimidasi," kata del Buey.
"Ini tidak mungkin bisa kredibel dalam konteks kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia meluas," tambahnya. Ribuan orang telah tewas dalam konflik terhadap pemerintahan Al-Assad.
Kepala Kemanusiaan PBB Valerie Amos sementara itu masih menunggu Suriah menanggapi permintaannya untuk mengunjungi negara itu guna menilai sejauh mana krisis, kata juru bicara tersebut. Amos membuat permintaan resmi pekan lalu setelah diberitahu oleh Ban untuk melakukan lawatan ke Suriah. Wakil Sekretaris Jenderal PBB masih "menunggu reaksi dari Pemerintah Suriah, "kata del Buey.