REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Yudisial sedang menelaah putusan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kepada hakim nonaktif Syarifuddin selama empat tahun penjara. Wakil Ketua KY Imam Anshori Saleh mengatakan, pada prinsipnya tetap menghormati putusan hakim. Meski begitu, pihaknya heran mengapa putusan tersebut njomplang dengan tuntutan jaksa selama 20 tahun penjara. “Ini kurang lazim,” kata Imam, Rabu (29/2).
Pihaknya membandingkan dengan kasus hakim Muhtadi Asnun yang dituntut 3,5 tahun penjara dan divonis 2 tahun penjara. Belum lagi hakim Imas Dianasari yang dituntut 13 tahun penjara dan divonis 6 tahun penjara. Karena itu, pihaknya menilai ada sesuatu yang aneh terhadap putusan hakim nonaktif Syarifuddin.
Dia mengharap hakim Pengadilan Tipikor dalam menjatuhkan vonis berdasarkan hati nurani dan fakta hukum, bukan atas dasar kasihan terhadap sesama rekannya. “Tapi, itulah kenyataannya. Hakim memiliki kekuasaan yang merdeka,” ujar Imam.
KY, imbuhnya, memahami kekecewaan para pegiat antikorupsi terhadap putusan itu yang terkesan pro terhadap para koruptor. Adanya disparitas hukuman yang mencolok untuk perkara yang sama menjadi pemicunya. Karena itu, pihaknya mengimbau Mahkamah Agung (MA) menjadikannya sebagai catatan hitam dan memperhatikan persoalan itu, sebab terkait dengan kinerja hakim di persidangan. “Ini agar ada kepastian hukum di samping keadilan.”