REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali mengaku bingung dengan respon masyarakat terkait keluarnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pembatasan Perkara Tindak Pidana Ringan (Tipiring). Menurut Hatta, perma dibuat sebagai respon MA ketika mendapat kecaman luar biasa dari publik ketika hakim memutus perkara pencurian sandal dan kakao.
Setiap putusan, imbuhnya, tidak ada yang mendukung hakim, walaupun putusan dilakukan berdasarkan fakta. Karena itu, pihaknya sekarang heran mengapa ada beberapa orang yang berbalik menyerang MA gara-gara perma yang bertujuan agar pelaku pencurian ringan tidak sampai ditahan. "Ini bagai kita makan buah simakalama. Kok sekarang terbalik lagi, saya heran juga. Maunya masyarakat apa? Sudah dipenuhi kemauannya kok dinilai tidak pantas," ucap Hatta di gedung MA, Kamis (1/3).
Hatta menjelaskan, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dibuat pada 1960-an, yang dimaksud Tipiring adalah nilai kerugian di bawah Rp 250. Karena tidak pernah mengikuti kenaikan inflasi selama 52 tahun, maka pihaknya menyesuaikan batasan Tipiring dengan menaikkannya 10 ribu kali alias Rp 2,5 juta.
Pihaknya mengingatkan, pelaku pencurian ringan bukannya tidak diproses secara hukum, alias tidak disidangkan, melainkan berbeda cara penanganannya. Dijelaskan Hatta, pelaku nanti cukup disidangkan dengan hakim tunggal dan penyelesaiannya cepat, tidak perlu ada proses banding dan kasasi.