REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah diminta tidak sewenang-wenang dalam mengenakan pajak kepada pengusaha. Meski memiliki kewenangan memaksa menarik pajak berdasarkan Undang-Undang (UU), namun pemerintah tak boleh seenaknya menentukan serta menarik obek pajak.
Membayar pajak adalah kewajiban setiap warga negara, namun di sisi lain, pemerintah juga harus memberikan perlindungan terhadap para wajib pajak. "Pemerintah tidak bisa sewenang-wenang seperti itu," kata advokat senior Adnan Buyung Nasution, selaku kuasa hukum pemohon uji materiil UU Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (29/2).
Menurut Adnan, negara harus memiliki dasar hukum dalam menentukan pajak. Sehingga pemaksaan pengenaan pajak itu tidak semena-mena. Ada normanya, mesti ada legalitas dan etikanya. "Jangan mentang-mentang pemerintah berkuasa, walaupun dengan alasan otonomi, lalu kekuasaan itu berbuat sewenang-wenang," sindir pria yang akrab disapa Abang ini.
Adnan menjelaskan, kliennya pada dasarnya tidak mempersoalkan kewajiban membayar pajak. Namun, yang dipersoalkan adalah kepastian hukum terkait penetapan alat-alat berat dan alat-alat besar sebagai objek pajak. Pasalnya, sebelum adanya UU Nomor 28 tahun 2009, alat-alat berat dan alat-alat besar perusahaan pertambangan tidak dikenakan pajak.
Di sisi lain, terdapat perbedaan kategori antara UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menetapkan alat berat dan alat besar sebagai kendaraan bermotor dengan UU Nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menetapkan sebaliknya.
"UU Pajak Daerah menetapkan alat-alat berat itu dikategorikan sebagai kendaraan bermotor. Bagi kami, dia bukan kendaraan bermotor tapi bagian dari alat-alat produksi," tegas si Abang.