REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Seorang hakim AS menolak tuntutan hukum terhadap Presiden Sri Lanka, Mahinda Rajapakse, atas tuduhan penyiksaan. Rajapakse dituduh bertanggung jawab atas penyiksaan oleh militer selama konflik dengan separatis Tamil.
Sang hakim, Colleen Kollar-Kotelly, beralasan Rajapakse memiliki kekebalan sebagai seorang kepala negara. Kollar-Kotelly memutuskan bahwa kasus tersebut tidak bisa dilanjutkan sesuai dengan Undang-undang Perlindungan Korban Penyiksaan AS 1991. Meskipun, penggugat mengajukan "tuduhan mengejutkan" mengenai kekejaman Rajapakse.
Kollar-Kotelly menyatakan bahwa penolakannya bukan pencerminan dari ciri klaim penggugat atau pembelaan terdakwa. Namun, penolakannya berdasarkan atas prinsip-prinsip hukum serta konstitusi dasar dan hukum kasus yang telah berlangsung selama dua abad.
Gugatan hukum diajukan atas nama keluarga-keluarga Sri Lanka. Mereka mengatakan presiden bertanggung jawab atas penyiksaan, pembunuhan dan pelanggaran hak asasi manusia selama operasi penumpasan terhadap separatis Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE).
"Penggugat menuduh terdakwa memiliki wewenang pemerintah yang tidak terbatas di Sri Lanka, memikul tanggung jawab komando atas angkatan bersenjata atau badan keamanan Sri Lanka, dan mengetahui atau seharusnya telah mengetahui pembunuhan-pembunuhan tanpa persidangan," kata hakim itu. ''Namun berdasarkan kasus terdahulu dan pendapat dari kementerian luar negeri, kasus itu tidak bisa dilanjutkan.''
Pasukan Sri Lanka meluncurkan ofensif besar-besaran untuk menumpas kelompok pemberontak LTTE pada 2009. Serangan yang mengakhiri perang etnik hampir empat dasawarsa di negara tersebut. Namun, kemenangan pasukan Sri Lanka atas LTTE menyulut tuduhan-tuduhan luas mengenai pelanggaran hak asasi manusia.