Ahad 04 Mar 2012 12:39 WIB

Petronas Mundur, Pertamina Lanjutkan Proyek Gas Natuna

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Perusahaan minyak dan gas Malaysia, Petroliam Nasional Berhard (Petronas) mengundurkan diri dari konsorsium eksplorasi proyek gas raksasa di Blok East Natuna. Meski demikian, pemerintah meminta Pertamina untuk tetap menggarap proyek cadangan gas terbesar di Asia itu.

"Petronas keluar ya tak apa-apa," kata Wakil Menteri ESDM Widjajono Partowidagdo kepada Republika, Ahad (4/3). Sebab, proyek ini sifatnya business to business antar pengelola. Pemerintah mempersilakan Pertamina membuka peluang bagi mitra baru, atau tetap berjalan dengan mitra yang ada jika Pertamina mampu melakukannya.

Widjajono menilai banyak kontraktor yang ingin terlibat dalam megaproyek itu. Petronas menjadi partner Pertamina bersama unit usaha ExxonMobile Corporation, yaitu Esso Natuna Ltd, dan unit usaha Total SA, yaitu Total E&P Activities Petrolieres. Keduanya masuk pada akhir 2010. Sebelumnya ada delapan kontraktor besar yang menaruh minat menggarap Blok East Natuna tersebut.

Menengarai penyebab mundurnya Petronas, Widjajono memahami permintaan investor untuk keuntungan perusahaan. Sebab, split untuk Blok East natuna bergantung pada perhitungan biaya investasi dan pengembalian modal. Jika biayanya mahal, split untuk pemerintah harus kecil. Jika biayanya murah, split untuk pemerintah harus lebih tinggi.

"Misalnya Pertamina meminta split untuknya 40 persen, sedangkan dua kontraktor lain masing-masing 30 persen, ya oke-oke saja," kata Widjajono. Pertamina, tegasnya, harus tetap memiliki saham mayoritas dan menjadi operator utama. Meskipun, perusahaan asing menaruh sahamnya dalam proyek tersebut.

Bahkan, kata Widjajono, jika masa kontraknya nanti habis, sebaiknya pengelolaan dipegang perusahaan nasional. Perkiraan investasi proyek tersebut diperkirakan di atas 20 miliar dolar AS atau Rp 170 triliun.

Sebelumnya, Direktur Hulu Pertamina Muhamad Husen mengatakan meskipun Petronas mundur, tak ada perubahan signifikan terhadap pembiayaan proyek. "Pertamina tetap ingin jadi pemegang saham mayoritas dan sebagai operator utama," katanya. Konsekuensi pembagian biaya, dan risiko proyek sekarang dibagi bertiga saja.

East Natuna memiliki cadangan gas mencapai 46 triliun kaki kubik dengan kandungan CO2 sebesar 71 persen. Pengembangannya membutuhkan waktu enam hingga 10 tahun. Gas di Blok Natuna baru dapat dimanfaatkan sekitar 2021. Pertamina memerlukan insentif khusus, seperti pajak dan bea masuk. Pertamina memintanya kepada pemerintah dan masih diproses hingga sekarang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement