Ahad 04 Mar 2012 13:17 WIB

KPK: Donatur Cek Pelawat Bisa Terungkap di Pengadilan

Rep: Muhammad Hafil/ Red: Djibril Muhammad
Bambang Widjoyanto
Bambang Widjoyanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Isi surat dakwaan terdakwa kasus suap cek pelawat Nunun Nurbatie tidak menyebut siapa donatur pemberi cek yang dibagi-bagikan ke puluhan mantan anggota DPR Periode 1999-2004 terkait pemenangan Miranda S Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap donatur itu bisa terungkap di proses persidangan. Wakil Ketua KPK Bambang Widjodjanto menjelaskan mengapa isi surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK tidak mencantumkan donatur cek pelawat tersebut.

Menurutnya, berdasarkan pertimbangan JPU, yang paling bisa dibuktikan dalam persidangan kepada Nunun adalah Nunun sebagai perantara. "Nggak mungkin kan kita mendakwa seseorang tanpa ada yang bisa dibuktikan," kata Bambang kepada Republika di kediamannya, Depok, Ahad (4/3).

Namun demikian, Bambang mengatakan pihaknya berharap dalam proses persidangan Nunun, akan terungkap siapa donatur cek pelawat senilai Rp 24 miliar tersebut. "Kan nanti dalam proses pengadilan bisa kelihatan. Menurut saya donatur itu bisa dibuktikan di pengadilan," kata Bambang.

Saat ditanya apakah KPK akan memanggil pihak-pihak yang dianggap sebagai donatur, seperti PT First Mujur Plantation Industry, Bambang tidak menampik. "Ya kalau yang dihadirkan di persidangan bisa membuktikan semuanya, bagus itu," ujar Bambang.

Nunun Nurbaetie menjalani sidang perdana kasus suap cek pelawat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Jumat (2/3).  Oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nunun didakwa memberikan suap senilai Rp 20,85 miliar kepada sejumlah anggota DPR RI Periode 1999-2004.

 

Uang ini adalah rangkaian dari 480 lembar cek pelawat berjumlah Rp 24 miliar untuk pemenangan Miranda S Gultom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI)  pada 2004 lalu. JPU pun menjeratnya dengan dengan dakwaan alternatif melanggar pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor. Ancaman maksimal kurungan dalam pasal ini adalah lima tahun penjara.

Dalam sebuah persidangan kasus cek pelawat, Direktur Keuangan PT First Mujur, Budi Santoso, mengaku 480 lembar cek pelawat di Bank Internasional Indonesia melalui Bank Artha Graha merupakan permintaan Suhardi alias Ferry Yen. Diduga cek pelawat dibagikan oleh Nunun Nurbaeti yang telah ditetapkan menjadi tersangka. Ferry pun diduga mengetahui dari mana asalnya cek pelawat tersebut berasal.

KPK sendiri  beberapa kali memeriksa jajaran direksi PT First Mujur Plantation Industry untuk mengungkap siapa pihak yang mensponsori pemberian suap . Di antara jajaran direksi PT First Mujur yang telah periksa  KPK yakni, F.X Sutrisno Gunawan selaku wakil komisaris utama, Ronald Harijanto selaku komisaris, dan Yan Eli Mangatas Siahaan selaku komisaris.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement