REPUBLIKA.CO.ID, BAGSHOT -- Dewan Asosiasi Sepakbola Internasional (IFAB) mengeluarkan sinyal positif terhadap pencabutan larangan berjilbab di lapangan sepakbola. Delapan dari anggota Dewan IFAB sepakat dengan rencana pencabutan larangan itu. Meski demikian, putusan akhir baru diberikan, Juli 2012.
Wakil Presiden FIFA, Pangeran Ali Bin Al Hussein dari Yordania, mengaku bersyukur atas putusan tersebut. "Saya bersyukur bahwa muslimah kemungkinan dapat bermain sepakbola kembali," kata dia seperti dikutip onislam.net, Senin (5/3).
Menurut Hussein, persoalan jilbab bisa diatasi dengan mengenakan pakaian yang didesain khusus bagi muslimah. Rancangan yang diperkenalkan oleh produsen olahraga asal Belanda, Velcro, merupakan contohnya. "Saya bergembira, mereka juga mempercepat proses untuk menguji lebih jauh terkait rancangan ini," ucapnya.
Pesepakbola muslimah dari klub asal Kanada, Toronto Star, Sarah Hassanein (19 tahun), menilai pencabutan larangan jilbab dalam dunia olahraga akan memperbesar minat Muslim untuk ambil bagian dalam kompetisi olahraga. "Dahulu kami merasa sulit, kini setiap orang harus menerima bahwa muslimah perlu diberikan kesempatan untuk lebih aktif dalam bidang politik atau olahraga."
Kandidat PHD bidang Antropologi, Universitas Cambrigde, Sertac Sehlikoglu, menilai bahwa menjadi kesalahan besar jika meminta seorang atlet untuk memilih agama atau olahraga. Sebab, kata dia, ada solusi dimana kedua hal itu dapat dipilih oleh para atlet. "Saya tegaskan bahwa Islam melihat jilbab sebagai kode wajib berpakaian, bukan simbol agama yang menampilkan afiliasi seseorang," katanya.
Tahun lalu, tim sepakbola perempuan Iran tidak diperkenankan ambil bagian dari prakualifikasi Olimpiade. Mereka menolak untuk menghapus jilbab mereka sebelum pertandingan.