REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tujuh rumah sakit (RS) kelas A milik pemerintah ditargetkan meraih akreditasi internasional pada tahun 2014. "Dalam Rencana Strategis Kemenkes tahun 2010-2014, salah satu indikator yang harus dicapai adalah jumlah kota yang memiliki RS memenuhi standar kelas dunia sebanyak lima kota," kata Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Supriyantoro usai membuka Workshop Akreditasi Rumah Sakit dengan Standar Internasional di Jakarta, Senin (6/3).
Ketujuh RS yang dimaksud adalah RS Cipto Mangunkusumo, RS Sanglah Denpasar, RSUP dr. Sardjito Yogyakarta, RSUP Fatmawati Jakarta, RSUP H. Adam Malik Medan, RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dan RSPAD Gatot Subroto.
"Diharapkan pada akhir tahun 2012, dua RS pemerintah dapat meraih akreditasi internasional dari JCI dan lima RS berikutnya pada 2013," ujar Supriyantoro. Sedangkan untuk tahap kedua, RS yang diharapkan dapat meraih akreditasi internasional adalah RSUP Kariadi Semarang, RSUP Hasan Sadikin, RS Jantung Harapan Kita, RSAB Harapan Kita, RSUP Persahabatan dan RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.
JCI atau Joint Commission Internasional akan melakukan penilaian terhadap RS yang terdiri antara lain penilaian pada pelayanan berfokus pasien (Akreditasi RS versi 2012) dimana keselamatan pasien menjadi indikator standar utama penilaian.
Secara umum, standar akreditasi itu menekankan pada fokus terhadap pasien (customer care), standar manajemen, keamanan pasien dan pencapaian Millenium Development Goals yang dinilai dari aspek proses pelayanan kesehatan.
Direktur Bina Upaya Kesehatan Ditjen BUK Rujukan Chairul Rajab Nasution mengungkapkan tercapainya akreditasi internasional itu akan berdampak langsung ke mutu pelayanan kesehatan yang diberikan terutama terhadap keamanan pasien.
"Dengan akreditasi ini akan menambah 'benefit' (keuntungan) bagi pelayanan. Nantinya lebih detil terhadap 'patient safety' seperti cuci tangan. Jangan anggap gampang cuci tangan dan nantinya setelah akreditasi, bahkan satpam pun harus mampu cuci tangan dengan benar," paparnya.
Salah satu tantangan terbesar disebut Chairul adalah masalah budaya atau kebiasaan yang sudah dilakukan para pegawai RS. "Kita harus merubah budaya, 'mindset' orang-orang yang bekerja di RS ini. Ini yang mungkin agak susah," katanya.