REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Banjir di Australia Timur memaksa lebih dari 13 ribu orang meninggalkan rumah mereka, Selasa (6/3). Dua orang dikabarkan tewas akibat banjir.
Banjir terjadi setelah hujan turun selama sepekan terakhir dan mengakibatkan sungai dan bendungan meluap. Di lokasi banjir terparah, New South Wales, pejabat setempat telah menginstruksikan 8.000 warga pedalaman Wagga Wagga untuk mengungsi. Ribuan orang di desa tersebut mengungsi di sekolah-sekolah.
Desa dengan populasi 60 ribu orang tersebut tampak seperti kota mati. Bencana tersebut merupakan yang terburuk di Wagga Wagga sejak 1844. Wagga Wagga memang merupakan langganan banjir sejak pendudukan Eropa di awal 1840.
"Jika tanggul meluap, kami berharap genangan air akan cepat surut," kata Asisten Komisaris Layanan Darurat Mark Murdoch, Selasa (6/3).
Sepekan terakhir hujan deras mengguyur kawasan timur Australia. Hujan deras memaksa otoritas di negara bagian Queensland dan Victoria memberikan peringatan banjir. Penduduk di beberapa kota kecil telah diperingatkan untuk bersiap-siap mengungsi jika kondisi memburuk.
Untuk pertama kalinya selama 13 tahun, bendungan Warragamba di Sydney meluap. Begitu juga dengan bendungan Cotter di Canberra yang sedang dibangun. Pemerintah telah mengerahkan militer di beberapa daerah dan bersiaga untuk membantu kota-kota yang dilanda banjir jika krisis berlanjut.
Perdana Menteri Australia Julia Gillard mengatakan terlalu dini untuk menentukan kerugian akibat banjir atau dampaknya terhadap ekonomi. " Kita harus menunggu genangan air surut terlebih dulu," ujarnya.
Perdana Menteri New South Wales Barry O'Farrell sebelumnya mengatakan, kerugian akibat banjir bisa mencapai 500 juta dolar Australia atau 530 juta dolar AS.