REPUBLIKA.CO.ID, Banyak perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai masalah ini. Ada yang membolehkan, namun ada pula yang melarangnya.
Yang melarang perempuan bepergiaan tanpa mahram beralasan pada hadits Nabi SAW yang diriwayatkan Imam Muslim dari Ibnu Abbas RA. “Janganlah seorang wanita pergi (lebih dari) tiga hari kecuali bersamanya seorang mahram.” (HR. Muslim).
Menurut Imam Nawawi, pengarang kitab Riyadhus Shalihin, kata tiga hari dalam hadits di atas bukanlah pembatasan untuk bisa dinamakan bepergian. Artinya bisa setengah hari, satu hari, dua hari, maupun lebih, tanpa disertai dengan mahramnya. Demikian pendapat yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA.
Al-Qadhi mengatakan, para ulama telah bersepakat tidak memperbolehkan perempuan bepergian selain haji dan umrah, kecuali bersama seorang mahram kecuali hijrah dari Darul Harb (negeri kafir yang memeranginya).
Kalangan ulama lainnya berpegang pada penjelasan surah Al-Ahzab ayat 59. “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Ayat di atas memang menegaskan supaya istri Nabi dan istri orang yang beriman, hendaknya mereka memakai jilbab dengan baik, agar terjaga keamanannya. Walaupun tidak spesifik, namun itu sama halnya dengan memberikan penegasan supaya seorang perempuan tidak menampakkan diri kepada orang lain yang bukan suaminya maupun anggota keluarganya.
Sementara itu, para ulama lain berpendapat, berhaji merupakan perintah Allah, maka ia harus dipenuhi. Sebab, perintah berhaji itu ditujukan kepada setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan selama mereka mampu.
Para ulama seperti Abu Hanifah, Hasan Al-Bashri, dan Ibrahim An-Nakha’i, menentukan sejumlah syarat dalam berhaji. Salah satunya adalah aman (termasuk bagi perempuan), yakni dengan disertai suaminya atau anggota keluarganya (mahram).
Ulama Mazhab Syafi'i seperti Ibnu Sirrin, Al-Auza’i, dan lainnya, tidak menentukan persyaratan mahram, akan tetapi adanya keamanan bagi dirinya. Dan keamanan yang lebih terjamin dan terhindar dari fitnah adalah pemeliharaan dari suaminya. Jika tidak ada pendamping dari anggota keluarganya, maka tidak wajib baginya untuk berhaji.
Ada pula yang menambahkan, dari kalangan ulama Syafi'iyah, bahwa berhaji diperbolehkan bagi perempuan Muslim, asal dalam kepergiannya ditemani oleh beberapa orang perempuan yang terpercaya. Seandainya hanya seorang saja, maka tidak wajib baginya untuk berhaji. Akan tetapi, ia diperbolehkan pergi bersamanya.
Apalagi di zaman sekarang ini, banyak jamaah haji yang bepergian dengan banyak rombongan, yang di dalamnya terdapat sekelompok perempuan serta para laki-laki yang pergi bersama-sama. Dengan demikian, insya Allah, keamanannya lebih terjaga. Wallahua’lam.