Rabu 07 Mar 2012 13:47 WIB

Keluarga Irzen Mengadu ke Dewan HAM PBB

Rep: A.Syalaby Ichsan/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Vonis majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap terdakwa perkara penganiayaan dan pembunuhan Irzen Octa berbuntut panjang. Keluarga almarhum Irzen Octa melayangkan surat kepada Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait rangkaian proses hukum di kepolisian hingga vonis majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait perkara tersebut.

 

Pasalnya, tiga terdakwa yakni Arif Lukman, Henri Waslinton dan Donald Haris Bakara  hanya dinyatakan bersalah melakukan perbuatan tidak menyenangkan dan bukan pembunuhan. Mereka pun hanya divonis satu tahun penjara. Sementara,  dua orang terdakwa  lainnya, Husimar Silalahi dan Boy Tanto Tambunan justru mendapatkan vonis bebas.  "Kami akan mengadukan masalah ini ke Dewan HAM PBB di

Genewa agar masyarakat internasional tahu. Biar sekalian malu aparat di Indonesia," kata kuasa hukum keluarga Irzen, Slamet Yuono, dalam jumpa persnya di  Jakarta, Rabu (7/3). Keluarga almarhum yang diwakili oleh Esi Ronaldi (isteri) dan dua anaknya, turut hadir dalam pernyataan sikap tersebut. 

 

Tim kuasa hukum meminta Dewan HAM PBB memberikan perhatian atas kasus ini, seperti diatur dalam mekanisme komplain masyarakat internasional di Resolusi Dewan HAM PBB No. 5/1 pada 18 Juni 2007.

Slamet mengatakan, sejak proses di Kepolisian dan Kejaksaan, pihaknya sudah protes mengapa Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan tidak dicantumkan. Sementara Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan diabaikan hingga akhirnya dinyatakan tidak terbukti.

 

Slamet pun  menduga ada proses rekayasa dalam kasus tersebut sehingga hasilnya di pengadilan juga rekayasa. Oleh karena itu, selain melayangkan surat ke Dewan HAM PBB, keluarga Irzen juga mengadu kepada Ketua Mahkamah Agung (MA), Ketua DPR RI, Ketua Komisi III DPR RI, Ketua Komisi XI DPR RI, Jaksa Agung dan Kapolri.

Menurutnya,  proses hukum kasus kematian Irzen telah menjadi preseden buruk penegakan hukum di Indonesia. Dugaan pembunuhan terkait penagihan utang bisa dinyatakan perbuatan tidak menyenangkan.

 

Slamet yang tergabung dalam OC Kaligis and partners juga menangani gugatan perdata keluarga almarhum Irzen Octa senilai Rp 3 Triliun di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pada 6 Oktober 2010, Majelis hakim menolak gugatan keluarga almarhum Irzen Octa terhadap Citibank NA.

Gugatan yang dilayangkan pihak penggugat (keluarga Irzen Octa) tidak tepat, karena keberadaan pihak tergugat (Citibank NA) itu masuk dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, bukan PN Jakarta Pusat.

 

Irzen ditemukan tewas di Menara Jamsostek, Jakarta Selatan, Selasa (29/3). Korban bermaksud mempertanyakan jumlah tagihan kartu kredit yang membengkak dari Rp 68 juta menjadi Rp 100 juta. Atas pembunuhan ini, polisi telah menetapkan lima orang tersangka yang merupakan debt collector. Pihak Citibank dituding OCK telah memindahkan mayat Irzen dari posisi semula. Oleh karena itu, ungkapnya, apa yang dilakukan Citibank merugikan pihak korban.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement