REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK - Pakar Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Ir Yanto Santosa DEA mengatakan tudingan Greenpeace terhadap perusahaan pulp dan paper yang menggunakan kayu ramin untuk bahan baku bubur kertas, tidak bisa dipertanggungjawabkan sepenuhnya.
"Apalagi tudingan itu hanya berdasarkan investigasi, sehingga tidak mengandung kebenaran yang obyektif," kata Yanto Santosa, Rabu (7/3).
Ia mengatakan seharusnya, Greenpeace masuk ke pabriknya. Lihat, apakah benar mesin yang dipakai bisa dipakai untuk kayu ramin. "Setahu saya, mesin untuk pembuat bubur kertas itu mempunyai spesifikasi tertentu, artinya hanya bisa dipakai untuk jenis kayu-kayu yang sudah ditentukan," katanya.
"Kalau mesin itu untuk kayu meranti, maka tidak bisa dipakai untuk kayu yang lain," ungkapnya. Dikatakannya kalau sekedar mengambil sample dari tumpukan kayu di pabriknya, lalu dibawa ke laboratorium untuk diteliti, itu belum mewakili kebenaran adanya penggunaan ramin sebagai bahan baku bubur kertas.
"Bisa saja ramin ada di tumpukan kayu, tapi apakah benar dijadikan bahan baku bubur kertas, itu yang terpenting," jelasnya.
Bahkan, lanjut Yanto, penggunaan kayu ramin itu sama sekali tidak ekonomis. "Dalam bahasa harga, jelas tidak masuk. Biasanya, untuk bahan baku bubur kertas itu, kalau tidak mangium, sengon, atau jati putih. Itu lebih masuk akal dan lebih ekonomis, karena harganya jauh lebih murah," jelasnya.
Sebelumnya Greenpeace menyerahkan bukti investigasi rahasia satu tahun penuh kepada Kementerian Kehutanan Republik Indonesia yang mengungkap skandal tentang perusahaan yang mereka tuding secara sistematis melanggar hukum Indonesia dengan menghancurkan ramin.
Dari kayu yang diidentifikasi sebagai ramin, sebanyak 56 sampel dikirim ke laboratorium independen kertas di Jerman untuk diverifikasi, dimana seorang spesialis identifikasi kayu yang dilindungi secara internasional mengkonfirmasi bahwa ke-46 sampel adalah ramin.