REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Kesehatan menargetkan hingga 50 persen Puskesmas dan 70 rumah sakit menyediakan pengobatan menggunakan ramuan tradisional seperti jamu pada 2014. "Dari Renstra (Rencana Strategis) Kementerian Kesehatan 2014-2014 ditargetkan cakupan kabupaten kota yang menyelenggarakan pengobatan alternatif/komplementer ini mencapai 50 persen," kata Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer Kementerian Kesehatan Abidinsyah Siregar di Jakarta, Rabu (7/3).
Untuk 2011, sebanyak 36 RS telah menyediakan layanan pengobatan alternatif dan komplementer tersebut, selain itu ada 30 Puskesmas yang telah menyediakan layanan akupressur serta ada 42 Puskesmas menyediakan obat ramuan. Jumlah RS yang melengkapi dengan pengobatan tradisional diharapkan bertambah hingga 46 RS pada 2012 dan 56 RS pada 2013 serta 70 RS pada 2014.
Pengobatan tradisional saat ini memang tengah naik daun dan diakui oleh dunia internasional. Meski, keberadaan metoda alternatif ini sepenuhnya dapat menggantikan pengobatan ala "Barat" atau pengobatan konvensional yang dijalankan di fasilitas kesehatan pada umumnya.
"Tren penggunaan obat tradisional meningkat terutama pada orang yang menderita penyakit kronis yang sudah bosan berobat bertahun-tahun. Tapi ini belum menggantikan pengobatan konvensional, hanya sebagai komplementer," ujar Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Slamet Riyadi Yuwono sebelumnya.
Pengembangan pengobatan tradisional itu penting, kata Slamet, karena Indonesia memiliki beragam tanaman obat yang dapat digunakan. "Indonesia memiliki sekitar 30 ribu jenis tumbuhan dan sekitar 7 ribu di antaranya berkhasiat obat," kata Slamet.
Ia juga menambahkan bahwa dari 45 macam obat penting di Amerika Serikat, 14 spesies di antaranya berasal dari Indonesia termasuk vinblastin dan vincristin (obat antikanker) dari tumbuhan tapak dara. "Sumber daya tanaman obat di Indonesia belum dimanfaatkan secara optimal dan budi dayanya masih terbatas, di sini juga masih banyak potensi biota laut yang belum dimanfaatkan sebagai sumber bahan obat," ujarnya.
Nantinya, pasien yang datang berobat akan diberi pilihan terapi, apakah menggunakan pengobatan konvensional (Barat) saja atau menggabungkan pengobatan konvensional dan tradisional (komplementer) atau murni menggunakan pengobatan tradisional saja (alternatif).
Berdasarkan survei, pengobatan tradisional terutama jamu telah dikenal luas oleh masyarakat. Sekitar 80 persen penduduk Indonesia tahu tentang jamu dan hampir 50 persen mengonsumsi jamu.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menyebut sebanyak 49,53 persen penduduk Indonesia berusia 45 tahun ke atas mengonsumsi jamu dimana sekitar lima persen di antaranya mengonsumsi jamu setiap hari. Sedangkan sisanya mengonsumsi jamu sesekali saja.
Selama ini kebanyakan pengobatan tradisional digunakan sebagai komplementer saja, belum menjadi pilihan utama namun hal itu dapat berubah dimasa yang akan datang.