REPUBLIKA.CO.ID, The green grunge gentlemen. Navicula menjuluki dirinya dengan slogan itu. Band asal Bali ini dibentuk pada 1996 oleh musisi sekaligus aktivis Gede Robi dan Dankie. Bongkar pasang personel berujung pada komposisi saat ini; Robi (vokal, gitar), Dankie (gitar), Made (bass), dan Gembull (drum). Adapun musiknya, mengambil warna dasar grunge dibalut lirik yang sarat dengan pesan aktivisme tentang lingkungan, perdamaian, cinta, dan kebebasan.
Meski sangat terpengaruh oleh musik dari band seattle-sound seperti Pearl Jam, Nirvana, Soundgarden, sampai Alice In Chains, Navicula mengklaim kalau mereka mampu memadu-padankan grunge dengan muatan etnis lokal Bali. Dalam situs mereka dijelaskan kalau percampuran banyak elemen dari budaya spiritual klasik Bali dan juga pengaruh seniman internasional yang menetap di Bali melahirkan rasa asli mereka; ‘golden green grunge’. Rasa Navicula.
Akhir tahun lalu, Navicula merilis lagu Orangutan bersamaan dengan ramainya pemberitaan pembantaian orangutan di Kalimantan. Mereka mendedikasikan lagu Orangutan untuk gerakan lingkungan hidup di Indonesia. klip video Orangutan pada Januari 2012 di-posting oleh salah satu situs peduli lingkungan terbesar di dunia mongabay.com dengan artikel berjudul Plight of orangutans highlighted with new rock song.
Ditemui dalam acara on-air salah satu stasiun televisi di Jakarta, Kamis (1/3) lalu, vokalis/gitaris Navicula, Robi menginformasikan kalau band-nya tengah bersiap merilis album ketujuh. Lagu Orangutan, kata Robi masuk dalam salah satu lagu di album yang rencananya akan dirilis pada Desember 2012 mendatang.
Tidak cuma Orangutan, Robi memberikan bocoran judul lagu Harimau Harimau dan Refuse To Forget di antara lagu yang masuk dalam komposisi album ketujuh Navicula. Refuse to Forget, menjadi layak ditunggu, karena kata Robi, lagu ini didedikasikan untuk aktivis HAM, almarhum Munir Said Thalib. “Ya maksudnya biar kita menolak lupa,” singkat Robi.
Some music was meant to stay underground. Kredo itu mungkin cocok disematkan untuk band seperti Navicula. Sempat merilis album ke-4, Alkemis (2004) di bawah Sony-BMG, album ke-5 berjudul Beautiful Rebel (2007) kembali dirilis secara independen. Semangat idealisme Navicula tampaknya memang cocok dikobarkan lewat jalur indie.
Kiprah Navicula di scene musik ‘bawah tanah’ telah menghasilkan basis fans yang cukup masif, khususnya para penikmat musik yang selalu rindu dengan alunan distorsi gitar khas grunge. Pun jika Navicula pentas di luar Bali, fans mereka pasti berkerumun di bawah panggung, bergoyang sampai ber-crowd-surfing sambil kompak melantunkan lirik-lirik aktivisme Navicula.
Saat ini, Navicula tengah ‘bersaing’ dengan The S.I.G.I.T, SORE, The Hydrants, dan band keren lainnya lewat polling di salah satu portal berita Indonesia, untuk bisa mewakili Indonesia di festival musik Timbre Rock & Roots 2012 yang digelar di Singapura 30 dan 31 Maret 2012. n andri saubani