Kamis 08 Mar 2012 20:40 WIB

Kisah di Balik Tembok Gedung Putih (I)

gedung putih
Foto: heritage.com
gedung putih

REPUBLIKA.CO.ID, ''Tak seorang pun pernah tinggal di sini,'' begitu kata-kata plesetan Presiden Calvin Coolidge tentang Gedung Putih dan penghuni-penghuninya. ''Mereka cuma datang dan pergi.'' Gedung agung di Pensylvania Anenue nomor 1600 di ibukota Amerika Serikat, Washington C, masih terus menggelitik dan mengilhami banyak orang Amerika, sejak peletakan batu pertamanya 300 tahun silam.

Di situlah kepala eksekutif pemerintahan Amerika tinggal bersama keluarganya, di situ juga tempat presiden bekerja sehari-hari, pusat upacara-upacara kenegaraan dan titik pusat kekuasaannya, di samping tempat terkumpulnya kenangan bersama rakyat Amerika yang tak ternilai.

Gedung Putihlah dramatisasi cerita tentang Amerika Serikat. Seperti dikatakan mantan Presiden Bush: ''Hati saya penuh kebanggaan dan penghormatan setiap kali saya memandang tempat ini. Makna pentingnya bukan muncul dari penghuninya melainkan dari pemiliknya rakyat Amerika.''

Presiden pertama, George Washington sudah sejak semula memimpikan sebuah kota besar yang akan menjadi pusat kebudayaan dan perdagangan selain menjadi jantung politik bangsa. Dialah pengemban tugas yang dikeluarkan Kongres bulan Juli 1790 untuk memilih tempat. Dan itu justru tanah yang dijuluki ''daerah liar sarang malaria'', alias tempat buang anak jin. Namun Washington tak surut. Ia tunjuk tiga komisaris untuk menelaah proyek besar itu.

Hari itu, Sabtu, 3 Oktober 1792, para komisaris, arsitek Hoban, pengawas Collen Williamson, para pekerja serta warga kota berkumpul di tempat yang kelak akan menjadi Gedung Putih, di tanah ketinggian yang melandai ke arah Sungai Potomac. Ironisnya, Washington sendiri tertahan di Philadelhia, tak dapat menghadiri upacara peletakan batu pertama yang ia, lebih dari lainnya, paling bertanggung jawab atas perwujudannya.

Di sudut barat daya calon gedung itu, dekat tepi tempat penggalian (yang semula direncanakan untuk membangun ''istana'' --bukan ''sekadar'' gedung untuk presiden) oleh seorang tukang batu dipasang sebuah lempeng kuningan mengkilat bertulisan: ''Batu pertama Gedung Kepresidenan ini diletakkan tanggal 13 Oktober 1792, dan pada tahun ke-17 kemerdekaan Amerika Serikat.'' Prasasti itu juga mencantumkan nama Washington, Hoban, Williamson dan para komisaris, serta kata-kata Vivat Republica (Dirgahayu Republik). Para pekerja kemudian memasang batu pertama di atas plat itu.

Pembangunan berlangsung delapan tahun lebih. Tetapi sang kepala eksekutif sendiri tidak sempat menikmatinya. Di tahun 1797, Washington meninggalkan jabatannya. Dan selama 200 tahun berdiri, Gedung Putih merupakan cermin perubahan di dalam lingkungan bangsa Amerika sendiri. Sebanyak 41 ''Keluarga Negara'' telah meninggalkan jejaknya, membuka jalan bagi penerusnya. Presiden Clinton adalah penghuni nomor 42.

Baru enam kamar yang selesai sewaktu Presiden John Adams menjadi penghuni pertama Gedung Putih pada November 1800. Keadaan sekitarnya masih berantakan. Air pun harus diambil dari mata air setengah mil jauhnya. Dan api harus banyak-banyak dinyalakan agar tidak tidur dalam kelembaban. Ibu Negara Abigail Adams menggantung cucian di Ruang Timur, yang kelak menjadi ruang resepsi-resepsi kenegaraan.

Begitu pun Presiden Adams menulis dalam sepucuk surat: ''Saya berdoa semoga Tuhan memberkahi Rumah ini dan semua yang mendiaminya. Semoga hanya orang-orang jujurlah yang memerintah di bawah atap ini.'' Tulisan itu diabadikan di Ruang Jamuan Kenegaraan atas perintah Presiden Franklin D Roosevbelt satu setengah abad kemudian.

Pada periode kedua pemerintahan Presiden James Madison, di akhir Perang tahun 1812, Gedung Putih mengalami masa-masa paling gelap. Pada Agustus 1814 gedung itu menjadi korban perang tatkala pasukan Inggris di bawah Laksamana Muda Sir George Cockburn memasuki ibukota yang boleh dikata tanpa pertahanan. Ia membakar sebagian besar bangunan. Salah satu barang yang berhasil diselamatkan ialah lukisan Washington karya Stuart.

Beberapa hari usai serangan itu, keluarga Madison kembali, namun Gedung Krpresidenan tak bisa dihuni lagi. Kamar-kamarnya hancur, dindingnya hangus kehitaman dan retak-retak. Maret 1815 komisaris James Hoban diminta membangun kembali Gedung Putih, yang berlangsung hampir tiga tahun. Gedung Putih dibuka kembali oleh Presiden Jemes Monroe yang terkenal dengan ''Doktrin Monroe''-nya.

Pada hari pelantikan Presiden Andrew Jackson, Maret 1829, khalayak memberantakan segalanya. ''Sungguh menakutkan,'' kenang seorang tamu, ''melihat orang-orang bersepatu penuh lumpur menginjak-injak kursi berlapis satin, saking ingin melihat presidennya.'' Jackson sendiri berhasil meloloskan diri lewat pintu belakang dan malam itu menginap di hotel.

Pada hari ulang tahun kelahiran Washington tahun 1837, ribuan tamu Gedung Putih melahap keju cheddar seberat 700 kilogram, setinggi satu meter lebih. Baunya tak kunjung hilang selama berbulan-bulan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement