REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemberian remisi dinilai bukan menjadi bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM). Menurut dosen Hukum Politik Universitas Indonesia (UI), Ganjar L Bondan, merunut pada sejarahnya, pemberian remisi hanya sebuah hadiah dari para pengambil kebijakan.
Aturan tersebut, sesungguhnya mengadopsi kebijakan sejenis yang telah dilakukan Inggris ketika itu. Yakni, kata dia, ketika kepala negeranya sedang berbahagia, maka pemberian remisi bisa dilakukan atas keputusan pemimpin negara.
Karena itu, jelas Ganjar, aturan remisi yang berlaku di Indonesia sesungguhnya adalah bentuk adopsi dari aturan remisi murni seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Eropa. Dari sejarahnya, remisi bukan bagian dari HAM, tetapi sebatas hadiah dari pengambil kebijakan. “Jadi, remisi itu adalah murni hadiah dan bukanlah hak,” tegasnya dalam acara diskusi Polemik, di Jakarta, Sabtu (10/3).
Namun, Ganjar mengistilahkan nasi telah menjadi bubur. Kebijakan yang awalnya hanya merupakan hadiah telah berubah menjadi aturan di Indonesia. Namun, dia tidak berpendapat jauh mengenai hal tersebut. Ia hanya mengingatkan kembali mengenai asal muasal remisi dilakukan.
Penjelasan tersebut sejatinya memberikan penjelasan mengenai perbedaan pendapat yang terjadi belakangan. Yakni banyak yang menganggap kebijakan pengetatan pemberian remisi kepada para terpidana adalah melanggar