REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO-- Jika tak tak ada aral melintang, ini bakal menjadi kali kedua bagi H A Asikin, menginjakkan kaki di Jerussalem, Palestina. Pria berumur 60 tahun itu, bersamangat untuk bergabung dengan 30 relawan lainnya untuk mengikuti Global March to Jerussalem (GMJ) melalui jalan darat.
Tak terlihat wajah cemas di raut kakek empat cucu tersebut. Ia mengaku ingin terlibat dalam aksi ini karena dorongan kuat dan panggilan sebagai Muslim untuk menyatakan kepeduliannya terhadap nasib rakyat Palestina.
Tekadnya, bulat. Ia ingin memperoleh syahid. "Syahid adalah cita-cita mulia bagi setiap Muslim,"katanya dalam perbincangan kepada Republika, Sabtu (10/3) usai menunaikan shalat subuh berjamaah di Bandara Internasional Singapura.
Sebelumnya tim beranggotakan 19 relawan dari Indonesia bermalam di terminat tiga Bandara yang terletak di jantung kota negari Singa. Para aktivis sampai di Singapura pada pukul 01.05 dini hari waktu setempat. Tak ada rasa letih menghinggapi wajah para peserta. Mereka tampak untuk mengungkapkan dukungan bersama satu juta relawan yang berasal dari lima benua.
Muqarrobin Al Fatah, pria asal Tanjung Priok, Jakarta Utara itu, menyatakan staminanya tetap prima hingga kini. Rasa lelah ada, tetapi semua tergantikan dengan optimisme untuk hadir di Bumi Kan'an, Palestina.
Pria yang sehari-harinya, berprofesi sebagai staf safety project las pipa gas itu, rela meninggalkan istri dan satu anaknya, demi memberi dukungan moral bagi rakyat Palestina yang tertindas. Bersama jutaan relawan, ia akan menyatakan iktikadnya. Pernyataan global rencananya akan dideklarasikan di Lembah Alabe, Yordania pada 30 Maret mendatang.
Kini, tim relawan Indonesia berada di Bandara Internasional, Colombo, Srilanka dan melanjutkan perjalanan ke Karachi, Pakistan untuk bergabung dengan relawan dari negara lainnya. Sebelumnya, sebanyak sebelas orang relawan dari GMJ Darat telah berengkat ke negara tokoh sosialis perempuan terkenal yang mati tertembak, Benazir Bhuto.
Hingga kini, belum ada kendala krusial yang ditemui oleh para relawan. Di Bandara Colombo, pemeriksaan cukup ketat. Sepatu, hingga ikat pinggangpun, harus ditanggalkan oleh tiap calon penemumpang. "Wah kita ditelanjangi,"kata Muqarabin berseloroh. "Long journey to Jerussalem, yes we can," teriak, para relawan yang disambut dengan pekikan takbir