REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Pembagian satu zona waktu Indonesia menjadi GMT+8 ternyata tak sesuai karakteristik geografis Indonesia. Penentuan waktu yang seragam ini ditengarai mengganggu penentuan awal bulan Ramadhan.
“Karakteristik tiga zona waktu sebenarnya sudah sesuai dengan landasan posisi geografis Indonesia. Begitu pula referensi keilmiahannya sudah memenuhi syarat bahwa ada tiga zona waktu di Indonesia,” terang Kepala Observatorium Bosscha, Hakim Luthfi Malasan, Ahad (11/3).
Justru dari aspek astronomi rencana pemerintah mengambil Waktu Indonesia Tengah sebagai patokan waktu bersama melenceng dari penentuan bujur wilayah. Pasalnya, baik garis lintang maupun bujurnya sudah terintegrasi dengan baik dalam tiga wilayah. Jika diambil bagian tengah saja, tak bisa mencerminkan ketepatan geografis seperti sedia kala.
Hakim mengakui, pihaknya telah diajak berkonsultasi dengan pihak Sekretariat Negara sejak tahun lalu terkait zona satu waktu. Penjelasan tentang sinkronisasi geografis dengan konsekuensi waktu membuahkan usulan untuk menggeser ibukota ke Indonesia bagian tengah. Apa pasal? Pertimbangan ini menyangkut pengumuman sidang itsbat.
“Jika pengumuman sidang itsbat di Jakarta yang sebelumnya memakai Waktu Indonesia Barat, maka jika disamakan masyarakat di bagian timur akan kehilangan peluang untuk mengetahui dimulainya atau diakhirinya Ramadhan,”cetus Hakim. Maka, pemindahan ibukota menjadi solusi agar perbedaan waktu tak menjadi kendala dalam penentuan itsbat.
Dengan kata lain Hakim menyayangkan rencana pemerintah hanya didasarkan pada kepentingan percepatan ekonomi semata. “Rencana untuk menjadikan satu zona tidak kami tentang, itu hak politis pemerintah. Yang terpenting bidang astronomi sudah memberi pandangan secara keilmuan,”ujar Hakim.