Senin 12 Mar 2012 11:33 WIB

Annan Akhiri Kunjungan di Suriah Tanpa Kemajuan yang Jelas

Rep: Lingga Permesti/ Red: Hazliansyah
Mantan Sekjen PBB datang ke Suriah untuk bertemu Presiden Bashar Assad. Kedatangan Kofi membawa misi menyelesaikan krisis Suriah.
Mantan Sekjen PBB datang ke Suriah untuk bertemu Presiden Bashar Assad. Kedatangan Kofi membawa misi menyelesaikan krisis Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Utusan PBB dan Liga Arab, Kofi Annan, mengakhiri kunjungan ke Suriah tanpa kemajuan berarti. Namun demikian, Annan tetap optimis misinya di Suriah akan berhasil. 

“Saya opitimis karena beberapa alasan. Pertama, saya telah berada di sini untuk waktu yang sangat singkat, tetapi hampir setiap orang Suriah yang saya temui menginginkan perdamaian, mereka ingin melanjutkan hidup mereka," ujar Annan.

Menurut Annan, perdamaian dan stabilitas di Suriah merupakan tanggung jawab setiap orang Suriah. Bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja. Seruan reformasi di Suriah yang disampaikan Annan adalah untuk menciptakan landasan masyarakat yang damai, stabil, realistis, dan makmur berdasarkan penghormatan terhadap aturan, hukum, dan HAM.

Di sisi lain, tidak ada tanggapan yang jelas dari Assad atas seruan Annan yang memintanya melakukan gencatan senjata, dialog dan mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Suriah. Assad mengatakan, oposisi yang disebutnya teroris yang telah melanggar segala solusi politik yang selama ini diupayakan.

Sementara itu, Menlu AS Hillary Clinton akan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov di New York pada Senin ketika Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan khusus mengenai pemberontakan Arab.

Hingga saat ini, Rusia dan Cina masih menentang upaya resolusi baru Dewan Keamanan PBB. Menteri Luar Negeri Cina, Zhang Ming, mengatakan, kedua belah pihak harus menghentikan pertempuran dan bantuan harus sampai ke daerah yang dilanda konflik. Ia juga memperingatkan negara-negara lain untuk mengirim bantuan yang sifatnya mengganggu.

Adapun Arab Saudi dan Qatar mengulang seruan untuk mempersenjatai oposisi Suriah.

Menteri Luar Negeri Saudi Pangeran Saud al-Feisal, mengatakan, hal tersebut adalah satu-satunya cara untuk mengakhiri konflik tanpa intervensi asing. "Rezim di Suriah sedang melakukan pembantaian warga negaranya sendiri," tambahnya, setelah pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Jerman, Guido Westerwelle, di Riyadh.

PBB mengatakan pasukan Assad telah menewaskan lebih dari 7.500 orang dalam tindakan keras terhadap demonstran dan gerilyawan. Sementara pihak berwenang mengatakan telah menewaskan 2.000 tentara.

Para aktivis mengatakan sedikitnya empat orang tewas di kota Idlib pada Ahad (11/3). Menurut Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, tiga tentara dan seorang warga sipil  tewas dalam pertempuran di desa Janoudiya di Idlib provinsi. Adapun kantor berita resmi SANA mengatakan "teroris" menembak mati seorang mantan juara tinju, Ghiath Tayfour, di kota Aleppo dan juga menewaskan seorang anggota Partai Baath di provinsi Homs.

Para oposisi di pengasingan Dewan Nasional Suriah mengesampingkan pembicaraan sementara Assad berkuasa."Negosiasi tidak pernah dapat terjadi antara korban dan penyiksa: Assad harus mundur sebagai syarat sebelum memulai perundingan serius," katanya.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement