REPUBLIKA.CO.ID,oleh: Ikhwanul Kiram Mashuri
Bila kebetulan Anda berada di Iowa, Negara Bagian yang terletak di utara tengah Amerika Serikat, lalu Anda ingin salat Jumat, pergilah ke Kota Cedar Rapids, yang terletak tak jauh dengan Des Moines, ibukota Iowa. Bila telah tiba di sana, tanyalah kepada warga setempat di mana pusat ibadah umat muslim itu. Dan siapa pun yang Anda tanya, terlepas agama apa yang dianut, ia akan segera menunjuk ke sebuah bangunan besar yang didominasi warna putih dengan sebuah kubah besar di bagian tengah. ''Hampir semua warga di Cedar Rapids tahu masjid ini,'' ujar seorang jamaah masjid ini.
Tak aneh sebenarnya jika hampir setiap warga setempat tahu masjid ini. Sebab selain menempati lokasi yang luas dan dikelilingi dengan taman yang rindang, masjid yang dibangun pada 1934 ini sudah menjadi bagian dari sejarah kota Cedar Rapids. Begitu Anda tiba di lokasi masjid, keramahan khas masyarakat muslim seperti yang ada di beberapa negara Islam, akan menjemput Anda. Hanya saja, jamaah masjid ini bukan hanya terdiri dari satu warna kulit, tapi terdiri dari berbagai suku bangsa. Ada yang berasal dari Arab, Pakistan, India, Iran, Afrika, Cina, Melayu, Eropa dan sebagainya. Semua bersatu dan menganggap satu sama lain sebagai ikhwan, saudara seagama, seperti yang tertulis di dua sisi pintu gerbang masjid ini, satu berbahasa Arab dan satu lagi berbahasa Inggris: ''Berpeganglah kalian pada tali Allah dan jangan bercerai berai.'' (ayat Alquran).
Yang sangat membanggakan, bukan hanya pada hari Jumat masjid ini dipenuhi jamaah. Hampir setiap masuk waktu salat lima waktu, tatkala muazin menyerukan kepada umat untuk melaksanakan kewajibannya, puluhan warga kota berduyun-duyun melaksanakan salat berjamaah di masjid ini. Bahkan menurut Kamil Al-Hind, imam masjid yang berasal dari Damaskus, Suriah, hampir sepanjang hari masjid ini penuh dengan berbagai kegiatan. Sebab di masjid ini, katanya, telah lama dibangun berbagai pusat kegiatan umat Islam, seperti sekolahan, gedung pertemuan, kantor, tempat olahraga, dapur dan bahkan tempat penginapan untuk tamu yang ingin bermalam. Selain itu, selama berada di kota Cedar Rapids, Anda tidak akan kesusahan mencari berbagai macam makanan halal. Semua daging yang disediakan di restoran-restoran yang tersebar di kota ini, dijamin halal. Sebab semua daging di sini, baik ayam, sapi atau binatang halal lainnya yang disediakan di berbagai rumah makan di sini, dipasok oleh sebuah perusahaan. ''Midamar Corporation'' milik Bill Aossey, pengusaha muslim keturunan Suriah yang juga sangat berjasa menumbuhkembangkan syiar Islam di kota ini.
Boleh dikata umat Islam di Cedar Rapids merupakan komunitas muslim pertama di seluruh Amerika Serikat. Mereka mendapat hak dan kebebasan melaksanakan ajaran agamanya. Termasuk untuk memakamkan jenazah orang Islam. Sejak lebih dari 40 tahun lalu, mereka telah mempunyai pemakaman khas umat Islam seluas sekiar 3 hektar. ''Kami bersyukur, di Cedar Rapids selama ini belum pernah terjadi bentrok atau ketegangan yang disebabkan oleh sentimen keagamaan ataupun warna kulit. Semua hidup rukun dan penuh toleransi. Ini semua tentu tak terlepas dari keberadaan umat Islam di sini,'' jelas imam masjid yang berasal dari Suriah ini.
Emigran Suriah Maraknya kehidupan umat Islam di Cedar Rapids, tak akan bisa dilepaskan dari jasa para emigran Suriah, khususnya dari keluarga Aossey. Sejak lebih dari 75 tahun lalu, Yahya Aossey meninggalkan tanah kelahirannya Suriah menuju ''tanah impian'' Amerika Serikat. Namun tidak seperti kebanyakan para emigran Afrika, yang beremigrasi ke Amerika sebagai budak-budak bangsa kulit putih, Aossey pergi ke Amerika atas kemauannya sendiri. Tidak jelas, apakah karena nama Aossey yang berasal dari bahasa Arab 'Aashy yang berarti menyimpang dari tradisi, yang menyebabkan pemuda Aossey hijrah. Yang jelas, kata Bill Oassey, sang anak, ayahnya hijrah ke Amerika karena tidak mau dibelenggu kemiskinan terus menerus seperti yang dialami banyak keluarga di Suriah pada penghujung abad 19 itu.
''Ingin mengubah nasib. Itulah alasan utama para pendahulu kami meninggalkan tanah kelahiran, Suriah sejak lebih dari 75 tahun lalu,'' tutur Bill Aossey, generasi kedua keluarga Aossey di Amerika. Ia juga sekaligus sebagai pendiri dan dirut ''Midamar Corporation'' yang bermarkas di kota Cedar Rapids, negara bagian Iowa. Perusahaannya, kini telah menjalin kerja sama dengan lebih dari 25 negara dari Afrika hingga Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Begitu sekelompok emigran Arab itu tiba di Amerika, mereka segera mencari lahan yang subur untuk digarap. Ini sesuai dengan latar belakang mereka di Suriah yang juga sebagai petani. Dan kawasan pertanian itu, mereka dapat di kawasan timur Amerika. Tanpa mereka sadari, tanah untuk memulai hidup baru itu adalah Iowa, kawasan di perbatasan Amerika yang kelak berkembang menjadi salah satu kawasan penghasil pertanian terbesar di dunia.
Seperti halnya para emigran yang memilih kawasan Amerika bagian utara dengan tengah, para pemuda Arab itu pada umumnya juga tak berpendidikan tinggi serta miskin. Modal mereka hanyalah sebuah keyakinan yang berasal dari kata-kata Arab sendiri: Bila di tanah kelahiran sumpek, hijrahlah ke lain tempat. Di sana Anda akan mendapatkan ganti yang lebih baik. Di samping itu, sebagai muslim, mereka yakin betul bahwa Allah akan menolong para hambanya yang membutuhkan pertolongan. Dengan modal dengkul itulah mereka kerja keras dan saling tolong menolong di antara mereka sendiri. Sekitar 1910, gelombang emigran kedua yang juga berasal dari Suriah menyusol pendahulunya yang telah berhasil. Meskipun kelompok ini kecil, namun sangat menentukan masa depan umat Islam di Iowa. Sebab tingkat pendidikan dan kesadaran beragama relatif tinggi dibanging pendahulunya.
Setelah ekonomi kelompok ini cukup berhasil, mereka mulai memikirkan tempat buat salat Jumat dan mengorganisir berbagai kegiatan untuk mensyiarkan Islam. Pada awal 1920-an, 20 orang anggota kelompok itu mulai berpatungan menyewa sebuah bangunan yang mereka fungsikan sebagai masjid sementara. Pada 1930-an depresi menghantam Amerika. Ini ternyata juga berakibat pada perekonomian mereka. Sehingga masjid yang mereka rencanakan pada 1929, baru berhasil mereka dirikan pada 1934. Pembangunan sebuah masjid di Amerika pada tahun itu, tentu mempunyai arti besar buat dakwah Islam di negara Paman Syam itu. Sejak itu mereka bisa membentuk komunitas muslim pertama di seluruh Amerika dengan masjid sebagai pusatnya.
Meskipun di Amerika waktu itu telah terdapat berbagai kelompok muslim yang menyewa sebuah apartemen atau ruang pertemuan untuk difungsikan sebagai masjid dan Islamic Center, namun masjid di Cedar Rapids ini merupakan tempat ibadah pertama yang sejak mula didisain dan dibangun untuk masjid. Sehingga masjid Cedar Rapids dianggap sebagai masjid pertama di Amerika. Sejak itu, selain diadakan salat jamaah lima waktu, masjid itu segera membuka program pendidikan Islam untuk anak-anak dan siapa saja yang ingin belajar Islam. Dua orang bertindak sebagai ustaz dan sekaligus imam masjid. Mereka adalah Kamil Al-Hind dari Damaskus, Suriah dan Sheikh Khalil Al-Rawaf dari Saudi Arabia.
Pemakaman Islam Namun cobaan segera menghantam mereka. Pada awal 1940, Amerika ikut terseret dalam Perang Dunia II. Sebagaimana warga Amerika lainnya, masyarakat Islam yang telah menjadi warga negara Amerika tidak bisa menolak panggilan negara untuk ikut latihan wajib militer dan berperang untuk membela bangsa dan negara. Ketika perang berakhir, beberapa pemuda muslim ternyata tidak kembali ke Cedar Rapids. Mereka telah gugur dalam pertempuran. Di antara yang gugur adalah Edward Sheronif dan Assab Habhab. Meskipun menyedihkan, namun realita itu telah menemukan mata masyarakat Islam Cedar Rapids. Yakni, di mana mereka harus menguburkan para jenazah muslim. Sebab Islam mempunyai aturan sendiri yang berbeda dengan agama-agama lainnya yang berkaitan dengan pemakaman jenazah. Karena itu, mereka harus mempunyai pemakaman muslim sendiri. Bukan hanya untuk memakamkan para korban Perang Dunia II, tapi juga buat semua jenazah muslim lainnya yang tinggal di sekitar Iowa, seperti wilayah Fort Dodge, Sioux, Siuox Falls, South Dakota, Michigan dan Indiana.
Adalah almarhum Hajj (Haji) William Yahya Aossey, ayah Bill Aossey, yang tergugah pada kenyataan yang memprihatikan itu. Dan kebetulan ia termasuk orang muslim kaya di Cedar Rapids. Pada 1949, ia mewakafkan sekitar 3 hektar tanahnya kepada masyarakat muslim untuk digunakan sebagai pemakaman khusus muslim. Inilah kuburan pertama yang dimiliki masyarakat muslim di Amerika. Sejak mendapatkan pengakuan oleh Negara Bagian Iowa, selain beberapa warga muslim Amerika, juga telah dimakamkan jenazah para pelajar dari Pakistan, Suriah, dan Iran. Mereka dapat beristirahat tenang dengan muka menghadap kiblat, Ka'bah.
Semakin hari persoalan yang dihadapi masyarakat muslim Cedar Rapids semakin bertambah. Kala terjadi perang di Timur Tengah pada 1967, 1973 dan terakhir perang di Irak, berbagai media massa Amerika selalu mengcover masalah konflik di Arab dari segi pandang mereka. Ini tentu merugikan posisi Islam dan Arab, termasuk mereka yang sudah menjadi warga negara Amerika. Karena itu mereka merasa perlu membentuk The Voice of Muslims untuk mengimbangi berbagai pemberitaan negatif tentang Islam dan Arab. Terakhir umat Kristen Arab di Amerika juga ikut bergabung dengan mereka untuk membentuk apa yang dinamakan ''Masyarakat Amerika untuk Pengadilan timur Tengah.'' Hingga sekarang lembaga yang diketuai oleh Bill Yahya Aossey dari pihak Islam dan Reverand Constantine Nasr dari pihak Kristen, masih terus aktif membela kasus-kasus yang terjadi di Timur Tengah.
Generasi baru Pada akhir 1960-an, masjid pertama yang mereka bangun sudah tidak muat menampung jamaah, terutama pada waktu salat Jumat. Karena itu para tokoh muslim di Cedar Rapids memandang perlu untuk memperluas masjid serta menambah dengan sebuah bangunan megah yang akan difungsikan sebagai Islamic Center. Para pengurus masjid yang pada 1971 kebanyakan telah berusia 70-an tahun menurunkan tongkat kepemimpinan pada generasi muda yang berusia sekitar 30-an tahun. ''Mereka inilah yang akan menjadi tulang punggung kemajuan umat Islam di Amerika,'' ujar Bill Aossey. ''Kebanyakan mereka adalah keluaran universitas terkenal di Amerika, tidak seperti generasi pendahulunya yang miskin dan tidak berpendidikan.'' Pada 1972, pembangunan Islamic Center yang berdiri di atas tanah 6.000 meter persegi telah rampung. Bangunan itu, selain dilengkapi dengan sebuah masjid megah, tiga ruangan kelas, sebuah ruang konferensi, kantor, rumah penginapan, perpustakaan juga ada sebuah dapur umum.