REPUBLIKA.CO.ID, Dalam Alquran surah An-Nisa: 34 dijelaskan, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.”
Ayat di atas secara tegas menyatakan, bahwa seorang laki-laki adalah pemimpin, karena punya kemampuan lebih, terutama dalam menafkahkan harta miliknya kepada perempuan.
Dengan demikian, dalam ayat ini dijelaskan, bahwa harta seorang laki-laki bisa dipergunakan untuk keluarganya. Dalam hal ini, untuk anak istrinya, keluarganya (ayah dan ibu), maupun berbagi dengan saudaranya.
Artinya, hartanya bukan untuk kepentingan dirinya pribadi, sebab dia punya kewajiban memberikan nafkah untuk anak-istrinya. Dan ia diperbolehkan bersedekah (memberikan sebagian harta yang diperolehnya) kepada orang tuanya atau saudaranya.
Dan seorang istri, berhak meminta adanya jaminan keamanan dan kesejahteraan dari suaminya. Apalagi jika suaminya—karena suatu tugas—bermaksud akan bepergian jauh dan meninggalkan anak istrinya dalam waktu yang lama, maka suami berkewajiban untuk memenuhinya, sepanjang kemampuan yang ia miliki.
Waris
“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.” (QS. An-Nisa: 11).
Dalam hukum waris Islam pun, bagian anak laki-laki yang nampak lebih banyak (1:2) dari anak perempuan, sesungguhnya secara nilai bisa saja jumlahnya lebih sedikit atau bahkan sama dengan bagian yang diperoleh perempuan.
Sebab, tugas seorang laki-laki adalah sebagai pemimpin dan ia berkewajiban untuk memberikan nafkah bagi keluarganya. Karena itu, andai seorang laki-laki mendapatkan bagian waris dengan jumlah Rp 100 juta, sementara dua orang saudari perempuannya mendapatkan masing-masing Rp 50 juta, maka nilai nominal Rp 100 juta itu, bisa saja akan lebih kecil. Sebab, ia punya tanggung jawab menafkahi istrinya, anak-anaknya, maupun saudara kandungnya.
Dan—bisa jadi pula—bagian anak perempuan yang nilainya lebih kecil dari bagian laki-laki, akan menjadi lebih banyak. Sebab, harta waris maupun upah yang didapatkan dari usahanya sendiri, adalah miliknya pribadi. Karena dirinya tak punya kewajiban menafkahi anaknya maupun saudara atau lainnya.
Karena itu, jelaslah bahwa, seorang laki-laki harus memiliki kesadaran yang tinggi dalam memberikan nafkah bagi anak-istrinya, keluarganya, atau kedua orang tuanya. Wallahua’lam.