REPUBLIKA.CO.ID,
Untuk menikmati berbagai pesona Turki, minimal Anda membutuhkan waktu sebulan buat mengunjunginya. Namun bila waktu Anda sempit, cukuplah Anda berkunjung ke Istanbul, yang kata orang sebagai miniatur Turki. Selain sebagai salah satu pusat budaya Islam, Istanbul juga merupakan pintu gerbang negara itu serta salah satu kota tertua di dunia. Meskipun padat penduduk dan lalulintas sering macet, kota yang berusia lebih dari 3.000 tahun itu, masih menjaga citranya sebagai kota bersejarah dan sekaligus moderen.
Sebagai kota bersejarah, kawasan itu selama berabad-abad silih berganti, pernah dihuni berbagai bangsa: Bangsa Hititi, Lonia, Aria, Yunani, Romawi, Parsia, Arab dan Mongol. Kombinasi corak ragam sejarah masa lalu, berbagai bangunan kuno, pantai yang masih perawan, masyarakat yang ramah dan berbagai macam masakan yang lezat dan relatif murah, akan membuat para wisatawan kerasan menikmati keindahan Istambul. Sebelum bernama Istanbul, kota itu bernama Konstantinopel, ibukota kekaisaran Romawi yang memerintah dari 330 hingga 1453 masehi.
Beberapa bangunan gereja kuno dan istana yang dibangun pada periode itu, hingga kini masih tegak dan terpelihara rapi. Sebelum Konstantinopel, kota itu terkenal dengan nama Birzantium, ibu kota Yunani Kuno yang dibangun pada 657 sebelum masehi. Sebelumnya lagi lokasi itu merupakan perkampungan nelayan.
Pada 1453, Konstantinopel jatuh ke tangan Khalifah Usmaniyah, yang waktu itu kekuasaannya sudah merajalela hingga Anatolia dan Semenanjung Balkan. Dalam suatu perebutan kekuasaan yang sangat dramatik, Sultan Mahmud II berhasil merebut Kota Konstantinopel dengan mudah. Ia lalu mengganti nama kota itu dengan Istanbul, dan menjadikannya sebagai pusat pemerintahan sekaligus pusat budaya bagi kekhalifahan Turki Usmani. Selama bertahun-tahun, sultan-sultan Turki silih berganti membangun berbagai masjid dan istana. Berbagai bangunan yang hingga kini terawat baik, telah memperkokoh kota itu, sebagai kota budaya sepanjang sejarah.
Namun yang lebih berarti dari itu, kekuasaan Khalifah Usmaniyah yang meliputi Timur Tengah, Afrika Utara dan sebagian Eropa Timur, telah membuat Istanbul menjadi tempat pertemuan budaya dari berbagai etnik dan bangsa. Hasilnya, bila Anda berjalan keliling kota, akan tampak nyata keanggunan kota dan penduduk, di mana enam juta jiwa dari berbagai ragam etnik hidup berbaur secara damai. Setelah kekhalifahan Turki Usmani ambruk, giliran Kamal Attaturk memberi sentuhan modernisasi Istambul. Dialah yang mengenalkan kehidupan modern ala Eropa kepada kota itu.
Istanbul berdiri di atas dua benua yang dipisahkan oleh sebuah sungai. Pada 1973, pemerintah Turki membangun jembatan Bosphorus untuk menghubungkan kota yang terpisah itu. Meski sudah dibangun jembatan, namun Bosphorus tetap ramai oleh lalu lintas air. Agaknya para wisatawan lebih suka menikmati pemandangan kota dengan berputar-putar naik perahu. Sebagian besar tempat-tempat yang eksotik di Istambul, berada di belahan Eropa. Boleh dikata, setengah bangunan-bangunan bersejarah era Khalifah Usmaniyah serta monumen-monumen kuno berada di sini. Selain itu di Istanbul belahan Eropa ini juga menjadi pusat kegiatan perekonomian masyarakat setempat. Pusat-pusat perbelanjaan dari yang tradisional hingga yang modern berada di sini.
Pasar rempah-rempah, atau yang lebih dikenal sebagai pasar Mesir terletak dekat Jembatan Galata yang didirikan pada Abad ke-17. Dinamakan demikian, lantaran kebanyakan rempah yang diimpor dari India, Arab, dan Timur Jauh, tiba di Turki melalui Terusan Suez, Mesir. Di pasar itu bukan hanya dijajakan rempah-rempah, tapi hampir semua komoditi, dari kerajinan tangan, sovenir, obat-obatan, restoran, susu keledai, juga terjual di sana. Bahkan ada tempat khusus bagi orang-orang yang ingin menikmati teh dan kopi khusus Turki yang disebut qahsayji, sebuah kedai yang hanya menjual teh dan kopi.
Selain pasar Mesir, masih terdapat pasar yang lebih ramai yang disebut Kapali Carsi, atau Pasar Besar. Kapali Carsi merupakan salah satu pasar tertua di dunia yang tetap semarak hingga kini. Di situ terdapat lebih dari 4.400 toko di bawah satu atap. Setiap lorong yang terdapat di pasar itu, dinamai dengan jenis komoditi yang dijual oleh toko-toko yang ada di sepanjang gang itu. Misalnya lorong permata, lorong kulit, lorong emas, mutiara, lorong keramik dan seterusnya. Pasar ini dibangun oleh Sultan Turki pada 1755.
Ada dua jenis barang yang paling menarik bagi turis asing, yang dijajakan di pasar ini: karpet dan souvenir. Meskipun sovenir yang biasanya terbuat dari bahan keramik, tembaga, kuningan dan batu-batu mutiara itu, dibuat oleh orang Turki, namun bentuk dan coraknya bukan hanya berkhas Turki. Ada kerajinan tangan yang berciri-khaskan budaya Mesir, Mekah, Maroko dan bahkan budaya Cina. Namun yang paling dominan tentu kerajinan tangan dengan ciri khas Islam, lewat ukiran dan lukisan kaligrafi. Selain souvenir, Turki juga merupakan negara produsen utama karpet di dunia. Produksinya bukan hanya dijajakan di dalam negeri, tapi juga diekspor ke luar negeri, seperti ke Saudi Arabia, Eropa, Singapura dan bahkan ke Indonesia. Ciri-ciri karpet Turki, kuat, rapi dan lembut