REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masih ingat soal ditemukannya kamar dan fasilitas mewah di tahanan Arthalyta Suryani (Ayin) yang menyuap Jaksa Urip Tri Gunawan? Kasus itu tak berlanjut dalam proses hukum. Sehingga, kasus penyuapan Ayin tak terbukti, karena memang prosesnya hukumnya tak dijalankan. Ayin pun bebas dengan remisi.
Atas masalah itu, pakar hukum pidana, Khairul Huda, mengatakan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Amir Syamsuddin dan Wamenkumham, Denny Indrayana, bisa digugat secara pidana, karena kasus itu tidak dilanjutkan dalam proses hukum merupakan kesalahan.
“Kalau memang Kemenkumham menemukan adanya indikasi penyuapan yang dilakukan Ayin sehingga bisa mendapatkan fasilitas mewah di penjara, tapi tidak diproses, maka Menkumham dan Wamennya bisa dikenakan pidana. Menkumham dan Wamen bisa dianggap menghalang-halangi proses hukum pidana dan upaya pemberantasan korupsi,” ujar Khairul ketika dihubungi, Selasa (13/3).
Dengan tidak dilanjutkannya temuan dan indikasi itu membuat Ayin bisa memenuhi syarat untuk mendapatkan remisi, yaitu sudah menjalani 2/3 masa hukuman dan berkelakuan baik. “Kalau waktu itu diproses secara hukum di mana ada penyidikan, pemberkasan, dan kemudian ada keputusan pengadilan yang membuktikan ada unsur penyuapan, maka Ayin tidak berhak mendapatkan remisi.
Soalnya, kata dia, salah satu syarat utama, yaitu berkelakuan baik telah terlanggar dengan menyuap petugas lapas yang harus dibuktikan putusan pengadilan. Kalau ada keputusan pengadilan mengenai hal ini, maka pemberian remisi bisa dibatalkan seharusnya,” jelasnya.
Selain itu, kata dia, petugas lapas yang dikenakan sanksi karena indikasi menerima suap dengan memberikan fasilitas mewah, menurutnya juga bisa menuntut. “Yah kalau mau, kalapas maupun beberapa petugas yang diberikan sanksi juga bisa menuntut hal itu kenapa Cuma mereka yang mendapatkan sanksi kalau memang mereka dianggap menerima suap, kenapa pemberi suap tidak diberikan sanksi,” imbuhnya.