REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Film bukan hanya sebagai sarana hiburan namun juga sebagai medium dalam menyampaikan pesan. Mulai dari gambaran tentang seperti apa kehidupan orang lain yang berbeda kebudayaan dengan kita sampai sejauh mana perkembangan kebudayaan di suatu tempat tertentu.
Dalam beberapa bulan belakangan, perfilman Iran mendapatkan perhatian dari masyarakat dunia karena beberapa kali tembus ke ajang penghargaan film bergengsi, seperti Oscar dan Cannes Film Festival. Kemenangan film Iran, A Separation sebagai Film Asing Terbaik pada pagelaran Oscar akhir Februari lalu semakin membuat film-film Iran dilirik para penikmat film.
Film yang bercerita tentang perjuangan pasangan muda Nader (Peyman Moaadi) dan Simin (Leila Hatami) yang berada di ambang perceraian ternyata mampu mengalahkan film-film asing lainnya, seperti Pina dari Jerman, Bullhead dari Belgia, dan Footnote dari Israel.
Untuk semakin memperkenalkan kebudayaan Iran, khususnya perfilman Iran, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kedutaan Besar Iran, dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia menyelenggarakan Festival Film Iran, di Jakarta, 9-13 Maret lalu. Dalam rangkaian acara yang terbuka untuk umum tersebut, delapan film Iran diputar setiap sore hari untuk memuaskan rasa penasaran masyarakat Indonesia.
Salah satu sutradara film Iran yang hadir dalam pembukaan Festival Film Iran, Hasan Najafi mengungkapkan, saat ini perfilman Iran memang tengah mengalami perkembangan luar biasa, baik dalam jumlah film yang diproduksi maupun kualitas jalan cerita yang ditawarkan. “Saat ini, setiap tahun memproduksi sekitar 2000 film setiap tahun. Tujuh ribu film apabila kita menghitung juga film pendek,” ungkapnya.
Selepas Revolusi, menurut Hasan, Pemerintah Iran memang sangat mendorong pertumbuhan perfilman Iran dengan membuatkan sarana pendidikan bagi sutradara atau masyarakat yang memang tertarik membuat film. Ia berkeyakinan, dalam beberapa tahun mendatang film Iran akan semakin banyak hadir meramaikan industri film dunia karena tingginya antusiasme pembuatan film di sana.
Duta besar Iran untuk Indonesia, Mohmoud Farazandeh menjelaskan, salah satu keistimewaan film-film yang diproduksi di Iran adalah kekayaan nilai moral yang disimpan dalam cerita yang disajikan. “Film Iran tidak pernah menyajikan film bertema kekerasan. Sebaliknya, kami lebih memilih memperkenalkan kekayaan budaya Iran kepada dunia lewat film-film yang kami hadirkan selama ini,” paparnya.
Pada penayangan film perjalanan Nabi Yusuf, auditorium Pusat Perfilman Usmas Ismal yang menjadi lokasi festival dipadati para penonton yang antusias menonton. Semangat para undangan, mulai dari mahasiswa, pihak kedutaan, sampai masyarakat luas tidak surut menyaksikan cerita tentang nabi tertampan tersebut meski durasi mencapai hampir tiga jam.
Delapan film yang dihadirkan dalam festival ini memiliki beragam tema yang berbeda. Tema religious dihadirkan lewat film yang berkisah tentang perjalanan hidup Nabi Yusuf dan Sulaiman. Film The Third Day yang ditayangkan pada hari ketiga penyelenggaraan festival atau Ahad (11/3), berkisah tentang perjuangan seorang kakak menolong adik perempuannya yang terjebak di kepungan para tentara Iraq di malam hari.