REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Memoar kehidupan diktator Hosni Mubarak selama menjabat sebagai wakil presiden hingga menjadi presiden selama 30 tahun telah bocor di kalangan pers Mesir. Edinburgh yang berbasis di Canongate, salah satu rumah penerbitan paling terkenal di Inggris membeli hak cipta untuk memoar Mubarak dengan imbalan 10 juta pound sterling.
Memoar yang diterbitkan surat kabar Rose al-Youssef Mesir pada Senin (12/3) lalu menceritakan berbagai tahap kehidupan Mubarak. Bagian pertama, memoar menelusuri kehidupan masa kecil Mubarak yang miskin. Ayahnya adalah seorang pegawai pemerintah dengan keuangan yang pas-pasan. Mubarak juga menceritakan bagaimana ibunya mengatur keuangan dan akhirnya mengajukan tunjangan.
Kemudian, situasi keuangan keluarga Mubarak relatif membaik pada 1049 ketika ia bergabung dengan Akademi Angkatan Udara. Meskipun begitu, di awal, ia mengaku terpaksa mengenakan seragam militer karena ia tidak memiliki uang untuk membeli pakaian dan bagaimana rekan-rekannya mengolok-olok dia setelah mengetahui betapa miskinnya dirinya.
Memoar ditulis oleh seorang wartawan terkenal yang dibayar 250 ribu dolar AS mengungkapkan bagaimana Mubarak bermimpi menyingkirkan kemiskinan dan meningkatkan kesenjangan sosial. Memoar ini juga menunjukkan bagaimana istrinya Suzanne meminta cerai beberapa kali sampai ia menjadi presiden.
Hubungan Mubarak dengan almarhum Presiden Anwar Sadad juga dikupas di memoar ini. Mubarak mengatakan Sadat sering menghinanya dan menuduhnya bodoh. Meski demikian, ditunjuknya Mubarak menjadi wakil Sadat diakui sebagai salah satu hari terindah dalam hidupnya. Sadat, menurut Mubarak, berencana memecatnya pada tahun 1981 namun lebih dulu terbunuh sebelum ia melakukannya.
Mubarak menyebutkan peristiwa 5 September di mana Sadat menangkap lebih dari 1.300 anggota oposisi dan menyatakan bahwa Mansur Hassan, yang kemudian menjadi menteri informasi, budaya, dan urusan presiden, keberatan dengan penangkapan dan kemudian diberhentikan dari posisinya.
Mubarak kemudian menceritakan juga mantan pemimpin Libya Muammar Gaddafi bisa saja terlibat dalam pembunuhan mantan menteri luar negeri Libya, yang kemudian menjadi anggota oposisi, Mansur al-Kikhia, serta tokoh Syiah Libanon Mussa al-Sadr dan anak mertua Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser, Ashraf Marawan.
Kikhia, Mubarak menjelaskan, banyak mengkritik Qaddafi dan menimbulkan ancaman bagi pemerintahannya. Hal yang sama diterapkan untuk Mussa Al-Sadr yang Gaddafi undang untuk makan siang kemudian membunuhnya dan kemudian melemparkan tubuhnya ke laut.